Konsep Iman Dalam Al-Qur'an

Posted by By Truth Seekers On 00.16

Konsep Asasi Iman Menurut Al-Qur’an

        Diantara karakteristik asasi Iman yang disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an diantaranya  :

1. keyakinan yang teguh dan kuat tanpa keraguan yang disertai dengan komitmen yang menyeluruh (comprehensive commitment).


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ 


Sesungguhnya orang-orang mu’min itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.     ( Al-Hujurat : 15 )

Az-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menegaskan bahwa makna dari ayat di atas ialah karakteristik utama keimanan yang benar, yakni mereka (al-Mukminun) itu beriman dan tidak ada keraguan sedikitpun dalam diri mereka akan apa yan mereka yakini. Mereka tidak bimbang sedikitpun kepada sesuatu yang mereka imani. Mereka mengakui bahwa kebenaran bersumber dari sesuatu itu.[1]

          Secara konklusif, ayat di atas menegaskan kepada kita tentang kriteria orang yang beriman (al-Mu’minun). Keimanan yang hakiki ialah iman kepada Allah tanpa dicampuri sedikitpun keraguan. Ini merupakan aspek i’tikad atau keyakinan. Lebih dari itu, seseorang bisa disebut mukmin dalam arti sebenarnya (al-mu’min al-shadiq) jika ia juga mengaktualisasikan keimanannya itu dengan disusul dengan follow up-nya, yang dalam ayat di atas dicontohkan dengan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah SWT. Maka tidak benar jika iman itu hanya sebatas keyakinan belaka, namun ia merupakan keyakinan yang teguh dan kokoh tanpa ada keraguan sedikitpun. Lebih dari itu, sebagai tindak lanjut dari keyakinan yang dianutnya, seorang mukmin sejati akan benar-benar mengaktualisasikan keimanannya.

2. Tolok Ukur keimanan bukan hanya terbatas pada lisan semata, melainkan ia merupakan kompleksitas dari keyakinan dalam hati dan manifestasinya.  

 وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ (8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (9)

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah  dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (Al-Baqarah :8 -9)

Ayat di atas menceritakan perkataan orang munafik yang mengaku beriman, padahal sebenarnya mereka tidak beriman. Orang yang hanya mengaku beriman di lisan saja padahal hatinya tidak beriman sama sekali, dialah orang munafik. Iman yang benar bukan hanya sekedar di lisan, namun ia merupakan kompleksitas dari keyakinan dalam hati dan semua konsekuensinya.

          Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut menjelaskan karakteristik nifaq, yang menurut Ibnu Katsir terbagi menjadi dua bagian ; i’tiqady dan amaliy. Jenis nifaq yan pertama bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka, sedangkan yang kedua merupakan dosa tersesar.[2]

Tidak sedikit orang yang mengaku beriman di lisan, namun dalam hatinya ia mengingkari dan tiada sepercik keimanan sedikitpun. Inilah yang dimaksud Ibnu Katsir dengan munafiq i’tiqady, yang bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam nerakaSedangkan jika seseorang di hatinya masih mengaku beriman, namun ia tidak pernah membuktikan keimanannya dengan amaliyah atau yang lainnya, maka ia termasuk munafiq ‘amaly, yang menurut Ibnu Katsir termasuk kedalam dosa terbesar.


3. Iman bukan hanya sekedar pengetahuan saja

الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (146)


Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. (Al-Baqarah : 146)

Dalam tafsir Ibnu Katsir di ceritakan bahwa Allah SWT memberitahukan kepada kita bahwa sebenarnya para pemuka ahli kitab itu mengetahui secara persis akan kebenaran ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah Saw. sama halnya seperti seorang diantara kamu mengetahui anaknya. Model analogis seperti ini lazim digunakan oleh orang arab untuk menegaskan kebenaran sesuatu. Kemudian Allah SWT menetapkan kepada Nabi-Nya dan seluruh umat mu’min bahwa apa apa yang dibawa oleh Rasulullah ialah kebenaran yang tidak terdapat keraguan sedikitpun di dalamnya. [3]
            Jelaslah, bahwa pengetahuan belaka tidak bisa menjamin keimanan seseorang. Karena jika iman hanya terbatas pada pengetahuan saja, maka orang-oran kristiani, yahudi dan siapa saja sekalipun itu non-muslim yang banyak pengetahuan tentang ajaran Islam dapat juga dikatakan orang beriman. Maka menurut al-Qur’an, iman lebih dari sekedar pengetahuan.
4. Iman merupakan kepatuhan dengan senang hati.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65)

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka  perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka  sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka  menerima dengan sepenuhnya.
(An-Nisa : 65)

            Menurut ayat di atas, seseorang tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan Rasulullah sebagai hakim terhadap semua masalah yang dperselisihkan. Di sinilah letak korelasi yang kuat antara iman dan kepatuhan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika seseorang masih merasa berat hati dalam menerima segala ketetapan Allah dan Rasul-Nya, maka ia belum dikatakan oran beriman. Mukmin sejati akan menerima dengan senang hati segala ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
            Az-Zamakhsyari dalam tafsirya menafsikan kata haraj dengan dlaiq (berat hati) dan syak (keraguan). [4] Maka ketika seseorang merasa berat hati atau merasa ragu-ragu dalam menjalankan semua ketetapan Allah dan Rasul-Nya, ia beum dikatakan orang beriman.Demikianlah, 4 konsep asasi Iman menurut ayat-ayat al-Qur’an, yang tentunya masih banyak konsepsi yang lainnya.

Karakteristik Orang-Orang Yang Beriman

A.    Rukun Iman

يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ali-Imran:114)[5]

Dalam beberapa ayat Al-Quran, perintah beriman kepada Allah selalu diikuti dengan perintah beriman terhadap hari akhir.[6] Beriman kepada Allah merupakan langkah pertama dan utama yang akan membawa seorang hamba beriman terhadap unsur-unsur rukun iman yang lain. Tanpa ia menyakini bahwa Allah adalah Tuhan baginya, ia tidak akan mampu beriman kepada Rasul serta ajaran-ajaran yang disampaikannya. Keberadaan akhirat yang gaib sangat sulit dipercayai oleh sebagian umat manusia. Bagi mereka yang hanya percaya dengan hal-hal dzahir mustahil untuk mempercayainya. Padahal Al-Quran telah menjelaskan bahwa manusia berawal dari alam gaib dan akan kembali ke alam gaib.

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآَتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.(QS Al-Baqarah:177)[7]

Beriman kepada Allah, malaikat, nabi-nabi Allah, serta kitab-kitab yang Allah turunkan merupakan suatu kebajikan. Dalam tafsir At-Tabari dicantumkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, makna kebajikan dalam ayat tersebut adalah shalat. Shalat tidak dapat dikatakan sebagai suatu kebajikan apabila tidak disertai dengan amaliah. Dari Mujahid, kebajikan tersebut bermakna keteguhan hati dalam melaksanakan ketaatan terhadap Allah.[8] Setiap kebajikan yang dikerjakan oleh seorang mukmin tidak terlepas dari keyakinannya terhadap Allah, Malaikat, nabi-nabi, dan kitab-kitab yang Allah turunkan.

Dalam Al-Quran malaikat dikatakan sebagai makhluk halus (lathif)yang terbuat dari cahaya (nur). Mereka sering berubah bentuk, dan terkadang menampakan wujud seperti manusia, seperti Jibril yang pernah mendatangi tempat Sayyidah Maryam.[9]

Di satu sisi ada orang yang tidak beriman terhadap malaikat, namun di sisi yang lain ada orang yang sangat mengagungkan bahkan menyembah malaikat. Beriman terhadap malaikat akan membawa seorang hamba untuk senantiasa taat terhadap Allah. mereka merasa setiap gerak dan langkahnya akan selalu diawasi dan tentunya akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Banyak orang yang memperdebatkan tentang keimanan terhadap qada dan qadar. Memang dalam Al-Quran tidak disebutkan secara jelas mengenai perintah beriman terhadap qada dan qadar, namun tercantum dalam hadis.  

B.     Kriteria Orang Beriman

1.           Sujud dan bertasbih apabila diperingatkan dengan ayat Allah dan tidak sombong

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong. (QS As-Sajdah: 15)

            Orang-orang yang beriman selalu membenarkan ayat-ayat Allah, bersujud dengan merendahkan diri serta menetapkan keimanannya dengan ibabah. Mereka mengucapkan tasbih ketika bersujud serta membersihkan Allah dari sifat-sifat yang disifatkan oleh orang-orang kafir terhadap Allah, tidak menyekutukan Allah dengan anak, shahabat yang sederajat, dan sekutu lainnya.[10]

                   Orang-orang beriman selalu taat terhadap perintah Allah baik secara perkatan maupun perbuatan. Mereka tidak melakukan apa-apa yang orang kafir lakukan terhadap Allah.[11] Orang-orang kafir menyekutukan Allah dengan makhluknya, menyembah dan mencintainya, sebagaiman yang tercantum dalam Surat Al-baqarah: 165.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS Al-Baqarah:165)


2.  Menerima ayat Allah dan melaksanakan apa-apa yang diperintahkan di dalamnya

وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ فَالَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ يُؤْمِنُ بِهِ وَمَا يَجْحَدُ بِآَيَاتِنَا إِلَّا الْكَافِرُونَ
Dan demikian (pulalah) kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran). Maka orang-orang yang Telah kami berikan kepada mereka Al Kitab (Taurat) mereka beriman kepadanya (Al Quran), dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. dan tiadalah yang mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang kafir. (QS Al-Ankabut: 47)

         Allah mewahyukan Al-Kitab Nabi Muhammad SAW seperti telah diwahyukannya kitab-kitab kepada nabi-nabi terdahulu. Bermacam-macam respon yang diberikan umatnya, namun hanya orag berimanlah yang membacanya dengan bacaan yang sebenarnya.[12]

الَّذِينَ آَتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi.(QS Al-Baqarah:121)

                   Orang-orang yang beriman selalu membaca Al-Quran dengan bacaan yang sebenarnya,  mereka tidak mengubah bacaan Al-Quran walaupun hanya satu huruf saja.  Mereka menghalalkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah diharamkan dalam Al-Quran. Tidak pula mereka mentakwilkan ayat Al-Quran yang tidak boleh ditakwilkan.[13]

                   Berita mengenai hal inipun tercantum dalam surat An-Nisa:162.

لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلَاةَ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ أُولَئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا

Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman kepada apa yang Telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang Telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. orang-orang Itulah yang akan kami berikan kepada mereka pahala yang besar.(QS An-Nisa :162)[14]

Ayat-ayat sebelumnya menceritakan tentang yahudi dan nasrani. Ayat 159 menceritakan tentang arti dari ahl kitabahl kitab adalah orang yang menerima kehadiran dan melaksanakan apa-apa yang tercantum dalam kitab yang diturunkan kepadanya.

          Dalam Tafsir Ibnu Katsir, lafadz " ar-Rasikhun fil 'Ilm " merupakan sebuah penetapan dalam agama atas dituinjukannya orang-orang yang mendalam serta bermanfaat ilmunya. Penunjukan inipun tercantum dalam surat Ali-Imran ayat 7.[15]

          Abu jafar mengatakakn bahwa dalam hal ini terdapat pengecualian, yaitu pengecualian terhadap ahli kitab dari golongan yahudi. Sifat-sifat mereka dikecualikan pada ayat tersebut.[16]

3.  Taat serta menjadikan Rasul sebagai hakim

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An-Nisa: 65)[17]

                   Seorang manusia tidak diakatakan beriman sehingga dia menjadikan Rasul sebagai hakim dalam semua aspek kehidupannya.[18] Mereka terlihat seperti beriman kepada Al-Kitab, namun mereka memutuskan hukum dengan thagut, dan mereka mengindar dari seruan Nabi Muhammad SAW.[19]

 Ayat ini turun berkenaan dengan perselisihan antara Zubair dengan seorang anshar mengenai pengairan kebun. 

حدثنا عبد الله بن يوسف حدثنا الليث قال حدثني ابن شهاب عن عروة عن عبد الله بن الزبير رضي الله عنهما 
أنه حدثهأن رجلا من الأنصار خاصم الزبير عند النبي صلى الله عليه و سلم في شراج الحرة التي يسقون بها النخل فقال الأنصاري سرح الماء يمر فأبى عليه فاختصما عند النبي صلى الله عليه و سلم فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم للزبير ( اسق يا زبير ثم أرسل الماء إلى جارك ) . فغضب الأنصاري فقال أن كان ابن عمتك ؟ فتلون وجه رسول الله صلى الله عليه و سلم ثم قال ( اسق يا زبير ثم احبس الماء حتى يرجع إلى الجدر ) . فقال الزبير والله إني لأحسب هذه الآية نزلت في ذلك { فلا وربك لا يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم }[20]
Ayat lain yang menjelaskan tentang taat kepada Rasul merupakan ciri dari orang yang beriman adalah ayat berikut:

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (51) وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ

51.  Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung.
52.  Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan. (QS 
An-Nur: 51-52)[21]

   Apabila Rasul menyeru mereka atau mereka berselisih kemudian Rasul memberikan solusi dari perselisihan tersebut, maka mereka menerima serta taat terhadap perkataan Rasul.[22] Abu Darda menyatakan “Tidak ada islam kecuali dengan taat, tidak ada kebaikan kecuali dalm berjamaah, dan nasihat bagi Allah, Rasul-Nya, serta Khalifah bagi orang-orang mukmin”.[23]

4. Istiqamah dalam ketaatan, menjaga kehormatan, khusu’ dan banyak mengingat Allah

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Ahzab: 35)[24]

Dalam Tafsir At-Tabari, kriteria orang yang disebutkan alam ayat ini meliputi orang-orang yang membenarkan Rasulullah, taat dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah, membenarkan janji Allah serta mereka orang-orang yang sabar dalam menghadapi kesempitan dan kesusahan dalam perang. Hati mereka selalu takut dengan siksa Allah, sehingga mereka selalu taat mengerjakan perintah Allah. Mereka menafkahkan sebagian dari hartanya, melaksanakan puasa Ramadhan, serta menjaga kesucian diri. Hati dan lisannya selalu digunakan untuk mengingat Allah. Allah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar bagi mereka. Orang-orang yang beriman.[25] 

 End Notes :


[1] Tasfir Al-Kasysyaf, Juz. 6, hlm. 383

[2] Abul Fida Isma’il Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, CD Room Makabah Syamilah, Juz.1, hlm.173
[3] Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1, hlm. 462
[4] Tafsir Al-Kasysyaf, Juz 1, hlm. 427
[5] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm.65.
[6] Lihat QS An-Nisa: 38, QS Al-Maidah:81, QS At-Taubah:29, QS At-Taubah: 44-45, QS  An-Nur:62,  dan QS Al-Mujadalah:22.
[7] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 28.
[8] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari” dalam CD Maktabah Syamilah.

[9] Lihat QS Maryam:16-17.
[10] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari” .
[11]  Al-Fida’ Ismail bin Katsir, “Tafsir Ibnu Katsir” CD Room  Maktabah Syamilah.
[12]  Imaddudin Al-Fida’ Ismail bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir.
[13] Imam Al-Jalil Al-Hafidz Imaddudin Al-Fida’ Ismail bin Katsir, “Tafsir Al-Quran Al-Adzim”.
[14] Departemen  Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 105.
[15] Imam Al-Jalil Al-Hafidz Imaddudin Al-Fida’ Ismail bin Katsir, “Tafsir Al-Quran Al-Adzim”.
[16] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari”.
[17] Departemen  Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 89.
[18] Imam Al-Jalil Al-Hafidz Imaddudin Al-Fida’ Ismail bin Katsir, “Tafsir Al-Quran Al-Adzim”.
[19] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari”.
[20] Imam Bukhari, “Shahih Bukhari” dalam CD Maktabah Syamilah, Hadits nomor 2231.
[21] Departemen  Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 357.
[22] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari”.
[23] Imam Al-Jalil Al-Hafidz Imaddudin Al-Fida’ Ismail bin Katsir, “Tafsir Al-Quran Al-Adzim”.
[24] Departemen  Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 423.
[25] Ibnu Jarir At-tabari, “Tafsir At-Tabari”.

0 comments

Posting Komentar