Well, secara konklusif, fenomena retromania yang sedang merasuki industri musik tidak terlepas dari kecendrungan konsumen musik itu sendiri. Dengan beberapa alasan, beberapa penikmat musik khususnya remaja ( kalo orang tua ya udah jelas sukanya old items yg populer di zamannya ), mengalami suatu kecendrungan nostalgis yang merindukan suatu atmosfir di mana musik merupakan suatu materi entertaiment yang belum disentuh oleh liberalisasi digital. Ya .. itu cuman analisis umum aja, oleh karena itu sekarang kita dapati bagaimana LP / piringan hitam mulai dibangkitkan kembali menjadi salah satu media rekaman, meskipun masih belum secara massal. Kultur musik masa kini dan medianya yang serba digital rupanya telah meracuni psikologis sebagian penikmat musik untuk go back menuju masa lalu. Tentunya hal ini juga mempengaruhi berbagai elemen entertaiment, termasuk perusahaan rekaman musik yang kini sudah mulai me-retromania.
Ya .. menurut ane, secara lebih spesifik, inilah alasan-alasan mereka yang suka musik jadul :
1. Karakter musik modern ( pasca millenium kedua ) tidak bisa berdialog dengan sebagian penikmat musik masa kini, sehingga mereka mencoba mencari kepuasannya dengan menjarah masa lalu.
2. Kekhawatiran adanya miss link generasi musik dari masa ke masa yang mendorong mereka kembali menengok ke belakang untuk menghubungkan garis musikal dengan era ini, demi kelestarian kronikal.
3. Kebosanan sebagian penikmat musik dengan liberalisasi digital dalam material musik. Hal ini menyebabkan mereka kembali merindukan kaset pita, LP / piringan hitam, dsb.
4. Semata mata untuk mencari ide musikal di masa lalu untuk dituangkan dalam karakter baru yang lebih kompleks.
5. ( yang parah ) Plagiarisme.
Kelima alasan di atas adalah sah, kecuali nomor lima, ia merupakan "dosa" dalam alam industri musik yang berimbas pada penumpulan ujung tombak kebudayaan. Untuk alasan pertama, sebut saja musik Indonesia saat ini yang menurutku pribadi cukup memberikan banyak alasan bagi kita untuk ber-retromania dalam beberapa hal. Tapi ya .. karena memang penikmat musik Indonesia mungkin mayoritas merasa cocok dengan karakter smash atau Cherry bell misalnya, jadinya ya di Indonesia gerakan retromania tidak begitu mendapatkan ruang. Kalaupun ada, itu hanya sebagian orang yang memang bener-bener konsen ke musik.
Namun dengan dirilisnya LP Those Shocking Shaking Days kemarin tahun 2011 oleh Now Again yang memuat kompilasi lagu rock Indonesia tahun 70-an, benih benih retromania sudah mulai tumbuh. Terbukti dengan menyusulnya LP AKA dan Benny Soebardja & The Lizard oleh Shadoks Record asal Jerman dan yang lainnya. Sebenarnya tahun 2007 Shadoks sudah merilis Ghede Chokra's dari Sharkmove dan Ariesta Birawa, namun karena arus retromania belum ada, hingga kini kabarnya LP tersebut belum habis terjual. Berbeda dengan LP Benny & The Lizard yang 3 minggu sebelum perilisannya sudah ludes terjual.
walhasil, retromania memang pedang bermata dua, gerakan maju mundur dalam industri musik sejatinya harus memberikan suatu inovasi positif buat musik kita ( kalo dlm wacana keislaman, jadi teringat double movement-nya Fazlur Rahman, gerakan maju-mundur yang memberikan nuansa baru dalam pemikiran Islam). Bencana terbesar dari retromania adalah maraknya plagiarisme yg menumpulkan ujung tombak kultur musik dan akhirnya musik kita menemui jalan buntu-nya. Namun di saat yang sama, ia merupakan percikan inspirasi tiada henti dari masa lalu untuk diterjemahkan di masa sekarang. That's why ... retromania hendaknya dianggap sebagai "kaca spion" dalam dinamika musik. Dalam artian elemen retro hendaklah dijadikan bahan pertimbangan yang dimasukan di sela-sela penggarapan musik masa kini, baik itu dari konsep musik atau ide liriknya. Tapi jangan keterusan liat kaca spion, tau-tau di depan udah ada mobil yang mau nabrak kita, he..he.., artinya jangan keasyikan recycle zaman purba, tanpa kita tahu di depan ada hal baru yg lebih menarik. Juga jangan saling ngejek antara maniak musik jadul sama yang anti, atau maniak boyband sama yg anti boyband, semua kan tergantung selera masing-masing yg gg bisa dipaksakan... ^_^...
Dalam era di mana segalanya telah disajkan secara digital, garis pembatas antara musik modern dan musik jadoel sudah tidak ada. Semuanya tersaji secara instan, mulai lagu blues-nya Robert Johnson, Howlin Wolf, Elpis, The Beatles, Zeppelin, Bon Jovi, Europe, sampai Lady Gaga sama Justin Bibir (eh .. Bieber) dapat kita dapatkan dengan mudah dengan sekali klickk. So..buat ane sendiri, nggak peduli musik taun berapa aja, yg penting enak didengerin, meskipun memang presentasenya lebih banyak ke musik jadoel sih ... ^_^
Sekian saya dari saja .... bravo musik
Ya .. menurut ane, secara lebih spesifik, inilah alasan-alasan mereka yang suka musik jadul :
1. Karakter musik modern ( pasca millenium kedua ) tidak bisa berdialog dengan sebagian penikmat musik masa kini, sehingga mereka mencoba mencari kepuasannya dengan menjarah masa lalu.
2. Kekhawatiran adanya miss link generasi musik dari masa ke masa yang mendorong mereka kembali menengok ke belakang untuk menghubungkan garis musikal dengan era ini, demi kelestarian kronikal.
3. Kebosanan sebagian penikmat musik dengan liberalisasi digital dalam material musik. Hal ini menyebabkan mereka kembali merindukan kaset pita, LP / piringan hitam, dsb.
4. Semata mata untuk mencari ide musikal di masa lalu untuk dituangkan dalam karakter baru yang lebih kompleks.
5. ( yang parah ) Plagiarisme.
Kelima alasan di atas adalah sah, kecuali nomor lima, ia merupakan "dosa" dalam alam industri musik yang berimbas pada penumpulan ujung tombak kebudayaan. Untuk alasan pertama, sebut saja musik Indonesia saat ini yang menurutku pribadi cukup memberikan banyak alasan bagi kita untuk ber-retromania dalam beberapa hal. Tapi ya .. karena memang penikmat musik Indonesia mungkin mayoritas merasa cocok dengan karakter smash atau Cherry bell misalnya, jadinya ya di Indonesia gerakan retromania tidak begitu mendapatkan ruang. Kalaupun ada, itu hanya sebagian orang yang memang bener-bener konsen ke musik.
Namun dengan dirilisnya LP Those Shocking Shaking Days kemarin tahun 2011 oleh Now Again yang memuat kompilasi lagu rock Indonesia tahun 70-an, benih benih retromania sudah mulai tumbuh. Terbukti dengan menyusulnya LP AKA dan Benny Soebardja & The Lizard oleh Shadoks Record asal Jerman dan yang lainnya. Sebenarnya tahun 2007 Shadoks sudah merilis Ghede Chokra's dari Sharkmove dan Ariesta Birawa, namun karena arus retromania belum ada, hingga kini kabarnya LP tersebut belum habis terjual. Berbeda dengan LP Benny & The Lizard yang 3 minggu sebelum perilisannya sudah ludes terjual.
walhasil, retromania memang pedang bermata dua, gerakan maju mundur dalam industri musik sejatinya harus memberikan suatu inovasi positif buat musik kita ( kalo dlm wacana keislaman, jadi teringat double movement-nya Fazlur Rahman, gerakan maju-mundur yang memberikan nuansa baru dalam pemikiran Islam). Bencana terbesar dari retromania adalah maraknya plagiarisme yg menumpulkan ujung tombak kultur musik dan akhirnya musik kita menemui jalan buntu-nya. Namun di saat yang sama, ia merupakan percikan inspirasi tiada henti dari masa lalu untuk diterjemahkan di masa sekarang. That's why ... retromania hendaknya dianggap sebagai "kaca spion" dalam dinamika musik. Dalam artian elemen retro hendaklah dijadikan bahan pertimbangan yang dimasukan di sela-sela penggarapan musik masa kini, baik itu dari konsep musik atau ide liriknya. Tapi jangan keterusan liat kaca spion, tau-tau di depan udah ada mobil yang mau nabrak kita, he..he.., artinya jangan keasyikan recycle zaman purba, tanpa kita tahu di depan ada hal baru yg lebih menarik. Juga jangan saling ngejek antara maniak musik jadul sama yang anti, atau maniak boyband sama yg anti boyband, semua kan tergantung selera masing-masing yg gg bisa dipaksakan... ^_^...
Sekian saya dari saja .... bravo musik
0 comments
Posting Komentar