Bengkalai Kebangkitan Nasional Yang (Masih) Berserakan

Posted by By Truth Seekers On 14.06



      
    Seratus lima tahun silam, sebuah bentuk baru kesadaran nasionalisme lahir. Seperti gerakan-gerakan sebelumnya, elan dasar yang melandasi gerakan ini terpusat pada pembebasan kedaulatan dari kolonialisme. Hal yang membedakannya adalah agenda pemberdayaan bangsa yang berbasis nasionalisme. Bisa dikatakan, gerakan ini mengawali titik kulminasi kebangkitan nasional. Gerakan ini terhimpun dalam suatu organisasi yang didirikan oleh dr. Soetomo dan koleganya yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, yakni Budi Utomo.

            Terlahir dari salah satu eksponen kaum terpelajar Indonesia (STOVIA), Budi Utomo merupakan simbol pergerakan nasional. Meskipun pada awalnya merupakan organisasi yang bertujuan memberdayakan pulau Jawa dan Madura, namun pada tahun 1931, Budi Utomo membuka rekrutan anggota seluruh Indonesia dan tergabung dalam PBI (Persatuan Bangsa Indonesia), cikal bakal Parindra (Partai Indonesia Raya). Agenda pergerakan nasional Budi Utomo terpusat pada dua hal, pembebasan kedaulatan berbasis nasionalisme dan pemberdayaan rakyat.

            Seratus lima tahun telah berlalu semenjak dibentuknya Budi Utomo. Setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai momentum kebangkitan dan pergerakan nasional. Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 kiranya merupakan cita-cita mulia Budi Utomo yang telah menjadi kenyataan. Namun apakah semua kegelisahan telah berakhir ?

            Dua agenda utama pergerakan nasional Budi Utomo, pembebasan kedaulatan berbasis nasionalisme dan pemberdayaan rakyat, hingga saat ini masih menjadi bengkalai yang berserakan. Betapa tidak, meskipun secara yuridis telah merdeka, kolonialisme di Indoensia masih berlanjut dengan bentuknya yang beragam. Semenjak Agresi Militer Belanda I &II, G 30S/PKI, sampai DI/TII, semuanya memaksa pergerakan harus dilanjutkan. Bahkan sampai saat ini, kedualatan kita masih patut dipertanyakan; bukankah anarkisme, konflik komunal, konflik berjubah keagamaan merupakan bentuk kolonialisme baru di negara yang baru saja “bangkit” seratus lima tahun silam ini ?

            Kegelisahan lain Budi Utomo yang sepatutnya menjadi kegelisahan kita semua saat ini adalah agenda pemberdayaan rakyat. Selama bulan Mei, seluruh perhatian bangsa Indonesia setidaknya tertuju pada dua topik utama hari besar, pendidikan nasional (2 Mei) dan kebangkitan nasional (20 Mei). Bermacam-macam agenda kegiatan diselenggarakan untuk memperingati kedua momentum besar tersebut. Seluruh media massa semenjak Mei menjadikan dua tema tersebut sebagai salah satu headline-nya. Namun, di tengah hingar bingar peringatan Hardiknas dan Harkitnas, nun jauh di sana, di suatu tempat yang tidak kasat mata bagi pemerintah dan media masa, masih banyak putra-putri Indonesia yang kesehariannya bergelut dengan sesuap nasi dan sedikitpun tidak mengenal pendidikan apalagi tentang Hardiknas dan Harkitnas. Pertanyaan selanjutnya adalah adakah kesempatan bagi mereka untuk merasakan arti penting kebangkitan nasional ?, adakah yang ingin menjadi pengeras suara bagi mereka ?.

            Akhirnya, arti penting kebangkitan nasional sejatinya adalah suatu bentuk kepedulian antar sesama warga negara, pengabdian kepada nusa bangsa dan suatu refleksi yang menegaskan bahwa kita ada untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Baik kiranya kita simak kembali pepatah dari Dr. Sutomo, salah satu bapak kebangkitan nasional:
“ Di Indonesia tempat kita, Di sana tempat berjuang kita. Di sana harus ditunjukkan keberanian, keperwiraan dan kesatriaan kita. Terutama sekali kecintaan kita pada nusa dan bangsa. Marilah kita bekerja di sana. Di tanah tumpah darah kita”.Dr. Soetomo 

           
                       

Yogya, 26 Mei 2013

By Asep Nahrul

0 comments

Posting Komentar