Seratus lima tahun silam, sebuah bentuk baru kesadaran nasionalisme lahir. Seperti gerakan-gerakan sebelumnya, elan dasar yang melandasi gerakan ini terpusat pada pembebasan kedaulatan dari kolonialisme. Hal yang membedakannya adalah agenda pemberdayaan bangsa yang berbasis nasionalisme. Bisa dikatakan, gerakan ini mengawali titik kulminasi kebangkitan nasional. Gerakan ini terhimpun dalam suatu organisasi yang didirikan oleh dr. Soetomo dan koleganya yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, yakni Budi Utomo.
Terlahir dari
salah satu eksponen kaum terpelajar Indonesia (STOVIA), Budi Utomo merupakan
simbol pergerakan nasional. Meskipun pada awalnya merupakan organisasi yang
bertujuan memberdayakan pulau Jawa dan Madura, namun pada tahun 1931, Budi
Utomo membuka rekrutan anggota seluruh Indonesia dan tergabung dalam PBI
(Persatuan Bangsa Indonesia), cikal bakal Parindra (Partai Indonesia Raya).
Agenda pergerakan nasional Budi Utomo terpusat pada dua hal, pembebasan
kedaulatan berbasis nasionalisme dan pemberdayaan rakyat.
Seratus lima tahun
telah berlalu semenjak dibentuknya Budi Utomo. Setiap tanggal 20 Mei diperingati
sebagai momentum kebangkitan dan pergerakan nasional. Diproklamirkannya
kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 kiranya merupakan cita-cita mulia
Budi Utomo yang telah menjadi kenyataan. Namun apakah semua kegelisahan telah
berakhir ?
Dua agenda utama
pergerakan nasional Budi Utomo, pembebasan kedaulatan berbasis nasionalisme dan
pemberdayaan rakyat, hingga saat ini masih menjadi bengkalai yang berserakan.
Betapa tidak, meskipun secara yuridis telah merdeka, kolonialisme di Indoensia
masih berlanjut dengan bentuknya yang beragam. Semenjak Agresi Militer Belanda
I &II, G 30S/PKI, sampai DI/TII, semuanya memaksa pergerakan harus
dilanjutkan. Bahkan sampai saat ini, kedualatan kita masih patut dipertanyakan;
bukankah anarkisme, konflik komunal, konflik berjubah keagamaan merupakan
bentuk kolonialisme baru di negara yang baru saja “bangkit” seratus lima tahun
silam ini ?
Kegelisahan lain
Budi Utomo yang sepatutnya menjadi kegelisahan kita semua saat ini adalah
agenda pemberdayaan rakyat. Selama bulan Mei, seluruh perhatian bangsa
Indonesia setidaknya tertuju pada dua topik utama hari besar, pendidikan
nasional (2 Mei) dan kebangkitan nasional (20 Mei). Bermacam-macam agenda
kegiatan diselenggarakan untuk memperingati kedua momentum besar tersebut.
Seluruh media massa semenjak Mei menjadikan dua tema tersebut sebagai salah
satu headline-nya. Namun, di tengah hingar bingar peringatan Hardiknas
dan Harkitnas, nun jauh di sana, di suatu tempat yang tidak kasat mata bagi
pemerintah dan media masa, masih banyak putra-putri Indonesia yang kesehariannya
bergelut dengan sesuap nasi dan sedikitpun tidak mengenal pendidikan apalagi
tentang Hardiknas dan Harkitnas. Pertanyaan selanjutnya adalah adakah
kesempatan bagi mereka untuk merasakan arti penting kebangkitan nasional ?,
adakah yang ingin menjadi pengeras suara bagi mereka ?.
Akhirnya, arti
penting kebangkitan nasional sejatinya adalah suatu bentuk kepedulian antar
sesama warga negara, pengabdian kepada nusa bangsa dan suatu refleksi yang
menegaskan bahwa kita ada untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.
Baik kiranya kita simak kembali pepatah dari Dr. Sutomo, salah satu bapak
kebangkitan nasional:
“ Di Indonesia tempat kita, Di sana
tempat berjuang kita. Di sana harus ditunjukkan keberanian, keperwiraan dan
kesatriaan kita. Terutama sekali kecintaan kita pada nusa dan bangsa. Marilah
kita bekerja di sana. Di tanah tumpah darah kita”.Dr. Soetomo
Yogya, 26 Mei 2013
By Asep Nahrul
0 comments
Posting Komentar