Sunan Abu Daud no. 417
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى يَعْنِي ابْنَ الطَّبَّاعِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ
سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا
Muhammad
bin Isa yaitu Ibnu Thabba’ telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d
telah menceritakan kepada kami dari ‘Abdul Malik bin Rabi’ bin Sabrah dari
ayahnya dari kakeknya, ia berkata: Nabi Saw. bersabda : “ Perintahkanlah anakmu
untuk melaksanakan shalat ketika ia sampai usia tujuh tahun dan ketika sampai
umur sepuluh tahun, maka pukullah karena meninggalkannya “.
( H.R.
Abu Daud )
Syarah Hadits
‘Alqamy berkata: Syekh
‘Izzuddin ‘Abdus Salam berkata bahwa anak kecil di sini bukanlah sasaran khitab.
Hadits ini merupakan perintah bagi para orang tua / wali. Perintah ini
bersifat wajib dan ada juga yang mengatakan sunnah. Orang tua / wali berkewajiban untuk mengajari
anaknya segala hal yang berkaitan dengan kewajiban shalat, seperti syarat dan
rukun-rukunnya, dan memerintahkan untuk mengerjakannya. Ketika sampai umur
sepuluh tahun, maka pukullah anak tersebut karena tidak mengerjakannya.
Adapun terkait perintah untuk memukul anak ketika usianya mencapai
sepuluh tahun, hal ini dikarenakan usia sepuluh tahun adalah batasan di mana
secara mayoritas dimungkinkan untuk memukul anak dalam usia tersebut. [1]
Paradigma
Fungsionalisme Dalam Memahami Hadits
Melalui kacamata fungsionalisme,
segera kita ketahui bahwa hadits di atas memberikan informasi tentang relasi fungsional antara orang tua /
wali dan anaknya. Di samping kewajiban untuk mengurus dan membesarkan anaknya,
orang tua juga memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan, termasuk di
dalamnya pendidikan agama. Dalam hal ini, orang tua bisa secara langsung
memberikan pendidikan agama kepada anaknya atau tidak. Ketika ia merasa tidak
mampu, ia bisa menitipkannya kepada orang lain seperti ke pengajian, sekolah
TPA, dsb. Yang penting adalah kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan
kepada anaknya harus terpenuhi bagaimana pun caranya. Di sinilah letak relasi
fungsionalisme orang tua / wali teradap anaknya.
Secara umum beberapa hak anak yang
menjadi kewajiban orang tua berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah diantaranya :
1. Anak
memiliki hak untuk hidup
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka
(
al-An’am : 151 )
2. Menyusui
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan.
(
al-Baqarah : 233 )
3. Memberikan nama
yang baik
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِتَسْمِيَةِ الْمَوْلُودِ يَوْمَ سَابِعِهِ وَوَضْعِ
الْأَذَى عَنْهُ وَالْعَقِّ
.. Bahwa Nabi saw.
memerintahkan untuk memberi nama kepada bayi yang lahir pada hari ketujuh,
membersihkan kotoran darinya dan diaqiqahkan
(
Sunan Tirmidzi no. 2758 )
4.
Hak mendapatkan pengajaran, keterampilan dan rezki yang baik
حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرماية
وأن لا يرزقه إلا طيبًا
Kewajiban
orang tua kepada anaknya adalah mengajarinya menulis, berenang, memanah dan
tidak memberikan rezeki kecuali rezeki yang baik
( H.R. al-Hakim,
Baihaqy )
Dan masih banyak hadits lainnya yang berbicara tentang kewjiban orang
tua terhadap anaknya yang merupakan cerminan relasi fungsionalisme antara orang
tua dan anak.
Dalam hadits utama di atas, secara spesifik dijelaskan tentang kewajiban
orang tua untuk memberikan pengajaran kepada anaknya untuk mulai membiasakan
shalat. Orang tua wajib menyuruh anaknya untuk mengerjakan shalat ketika ia
mulai memasuki usia tujuh tahun. Pada tahapan ini, kewajiban orang tua hanya
sebatas menyuruh anaknya untuk mengerjakan shalat. Kemudian setelah usia si
anak mencapai sepuluh tahun, maka orang tua diperbolehkan untuk memukulnya
ketika enggan mengerjakan shalat. Hal ini semata-mata dilakukan untuk
menanamkan sikap disiplin pada anak.
Secara esensial, hadits di atas
menegaskan suatu konsep relasi fungsional yang kuat yang harus terjalin antara
orang tua dan anak. Penanaman sikap disiplin shalat dari mulai usia tujuh tahun
dan sampai pada saat di mana si anak harus diberikan pendidikan yang agak lebih
keras ketika memasuki usia sepuluh tahun sejatinya merupakan suatu sampel yang
dicontohkan Rasulullah dalam rangka membangun ikatan fungsional yang kuat
antara orang tua dan anak. Bahwa orang tua memiliki kewajiban dan tanggun jawab
penuh atas anaknya dan tidak diperkenankan untuk bersikap acuh tak acuh. Oleh
karenanya, redaksi hadits di atas menggunakan bentuk amar ( perintah )
yang pada dasarnya adalah wajib.
Hadits di atas juga memberikan
pelajaran kepada kita tentang proses mendidik anak yang bersifat gradual. Mulai
usia tujuh tahun, orang tua menyuruh anaknya untuk mengerjakan shalat sampai
pada suatu batasan di mana ia diperkenankan untuk mendidik dengan cara yang
lebih keras, dalam hal ini memukul si anak. Memukul di sini bukan berarti
pukulan kekerasan, para Ulama juga memberikan batasan, yakni pukulah yang tidak
menimbulkan luka atau memar, melainkan pukulan ringan yang semata-mata untuk
mendidik si anak.
0 comments
Posting Komentar