Secara
etimologis, kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus,
dari kata kerja corrumpre yang berarti rusak atau hancur. Sedangkan
secara terminologis, sebagaimana dalam Undang-Undang RI no. 31 tahun 1999 yang
diubah dengan UU no. 20 th. 2001 tentang pemberantasan tidak korupsi, yang
dimaksud korupsi adalah ; pertama, setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Kedua,
setiap orang yang dengan tujuan menguntunkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.[1]
Pemahaman korupsi sendiri mulai populer di barat
pada permulaan abad ke-19, setela revolusi Prancis, Inggris dan Amerika, yaitu
ketika prinsip pemisahan antara keuangan umum atau keuangan negara dan keuangan
pribadi mulai diterapkan dan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi
khususnya dalam soal keuangan dianggap sebagai korupsi. [2]
Korupsi Dan Syari’at Islam
Setidaknya,
landasan-landasan al-Qur’an dalam menetapkan hukum korupsi tertera dalam
beberapa ayat berikut :
1.
Surat Ali Imran : 161
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan
harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang
itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu,
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.
2. Surat an-Nisa : 58
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ
تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.
3. Surat Al-Baqarah : 188
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا
مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
4. Surat Al-Zukhruf : 65
فَاخْتَلَفَ الْأَحْزَابُ مِنْ
بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ عَذَابِ يَوْمٍ أَلِيمٍ
Maka berselisihlah golongan-golongan (yang terdapat)
di antara mereka, lalu kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang zalim
Yakni siksaan hari yang pedih (kiamat).
5. Surat Al-Anfal : 27
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَخُونُوا
اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Demikianlah beberapa ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi
landasan penetapan hukum keharaman korupsi. Syari’at Islam diturunkan untuk
mewujudkan kemaslahatan bagi umat Islam, di kalangan Ulama Ushul, konsep ini dikenal
dengan Maqasshid Syari’ah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju
tersebut adalah hifdzul Mal (terpeliharanya harta) dari berbagai bentuk
penyelewengan dan pelanggaran. Sebagaimana dipopulerkan as-Syatiby, maqashid
Syari’ah dirinci ke dalam tiga macam :
1. Dlaruriyyat ( primer )
2. Hajjiyat ( sekunder )
3. Tahsinyat ( tersier )
Dalam
kategori dlaruriyyat dikemukakan bahwa tujuan syari’at ialah menjaga
lima hal :
a. Hifdz ad-Din ( agama )
b. Hifdz an-Nafs ( jiwa )
c. Hifdz an-Nasab ( keturunan )
d. Hifdz al-Mal ( harta )
e. Hifdz
al-‘Aql ( akal/ fikiran ). [3]
Korupsi merupakan bentuk pelanggaran hifdzul mal yang
tentunya bersebrangan dengan maqashid syari’ah. Islam mengkhendaki
keharmonisan dan keselarasan dalam seluruh tatanan sosial, Islam menyatakan
perang terhadap segala hal yang bisa merusak keharmonisan sosial, dalam
berbagai aspek.
Dalam hal ini, Islam sangat menjunjung tinggi konsep milkiyyah
( kepemilikan ). Sesuatu yang telah menjadi milik sah seseoran atau suatu
lembaga, tidak bisa berpindah kepemilikan kepada pihak lain, kecuali dengan
melalui prosedur-prosedur tertentu yang diatur dalam syari’at Islam. Secara
umum, semua prosedur yang memiliki legalitas dalam syari’at Islam terbagi
kepada 3 kelompok besar :
1. Mu’awadlah (imbal-balik), contohnya seperti
jual beli, akad sewa, hutang piutang, pinjam-meminjam, dsb.
2. Tabarru’ ( sukarela ), contohnya seperti
hibah, hadiah, sedekah, wasiat, dsb.
3. Khallafiyyah ( proses penggantian) yang
terdiri dari penggantian orang dari orang lainnya, seperti pewarisan orang yang
meninggal kepada ahli warisnya, dan penggantian barang dari barang, seperti
penggantian kerugian berupa barang atau uang atas tindak kejahahatan, dsb.
Dengan demikian, harta yang diperoleh melalui cara-cara
yang tidak benar, seperti mencuri, riba, menggasab, termasuk korupsi yang
seluruhnya melanggar konsep kepemilikan. Inilah bentuk-bentuk memakan harta
dengan cara yang bathil sebagaimana ditegaskan dalam surat al-baqarah : 188 :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا
مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Salah satu hadits populer yang bercerita tentang korupsi adalah sebagai berikut :
Sahih
Muslim 3415
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ
أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
أَبِي خَالِدٍ عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَمِيرَةَ
الْكِنْدِيِّ قَالَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمْنَا مِخْيَطًا فَمَا
فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ فَقَامَ إِلَيْهِ
رَجُلٌ أَسْوَدُ مِنْ الْأَنْصَارِ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ فَقَالَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ اقْبَلْ عَنِّي عَمَلَكَ قَالَ وَمَا لَكَ قَالَ سَمِعْتُكَ
تَقُولُ كَذَا وَكَذَا قَالَ وَأَنَا أَقُولُهُ الْآنَ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ
مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَلْيَجِئْ بِقَلِيلِهِ وَكَثِيرِهِ فَمَا أُوتِيَ مِنْهُ
أَخَذَ وَمَا نُهِيَ عَنْه انْتَهَى
Abu Bakr bin Aby
Syaibah telah menceritakan kepada kami, Waki’ bin Jarah telah menceritakan
kepada kami, Isma’il bin Khalid telah menceritakan kepada kami dari Qais bin
Aby Hazim dari ‘Addy bin ‘Amirah al-Kindy ia berkata: saya mendengar Rasulullah
saw. bersabda : Barangsiapa diantara kalian yang aku serahi suatu pekerjaan,
kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum atau sesuatu yang
lebih kecil dari itu, maka itu adalah ghulul (korupsi) yang akan ia pertanggungjawabkan
kelak di hari kiamat. Kemudian ‘Addy bin ‘Amirah berkata: lalu seorang
laki-laki berkulit hitam dari Anshar – dan sepertinya saya pernah melihatnya –
berdiri sambil berkata: wahai Rasulullah, kalau demikian, saya akan menarik
kembali tugas yang anda berikan kepada saya, Rasulullah balik bertanya: ada apa
denganmu ?, ia menjawab: saya mendengar anda berkata begini dan begini,
Rasulullah berkata :sekarang aku sampaikan barangsiapa yang aku serahi suatu
pekerjaan, hendaklah ia kerjakan sedikit banyaknya, apa yang dibolehkan
untuknya ia boleh mengambilnya dan apa yang memang dilarang, maka hendaklah ia
menahan dirinya.
Takhrij :
Sunan
Abu Daud no. 3110
Musnad
Ahmad no. 17.056
Hadits di atas merupakan satu diantara sekian
hadits Nabi yang menceritakan kasus ghulul. Terma ghulul sendiri
dalam bahasa arab memiliki arti kalung besi ( thauqun min hadid ) dan
kemudian dikonotasikan kepada pengkhianatan, kata Ghalla berarti akhana
(berkhianat). [1] Dalam hadits di atas dijelaskan
seperti apa perbuatan ghulul tersebut, yakni menyembunyikan / mengambil
sesuatu yang bukan menjadi haknya ketika diserahi suatu pekerjaan. Dalam terma
modern, ghulul dapat disamakan dengan korupsi,
meskipun hanya merepresentasikan sebagian dari makna korupsi, karena sejatinya,
korupsi dalam terminologis sekarang mencakup muatan makna pelanggaran yang
beragam, semisal penggelapan ( ghulul ), Money Politics ( Risywah),
pencurian ( sirqah), dsb.
Korupsi sendiri merupakan penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang
lain. [2] Perilaku Pejabat publik, baik poltikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
bersambung ke bagian 2
End Notes :
[1] . Amzulian Rifa’I, “ Praktik
Korupsi Sstemis : Berdayakah hukum “, 5-6
[2] . Yunahar Ilyas, dkk., Korupsi
dalam Perspektif Agama-Agama (Yogyakarta: LP3 UMY, 2004), ix
[3] . as-Syatiby, al-Muwafaqat, Juz.
1, hlm. 10, 15, Juz. 2, hlm. Hlm. 2
0 comments
Posting Komentar