Studi Kitab Mizanul I'tidal

Posted by By Truth Seekers On 20.15



Latar Belakang

          Hadits sebagai pemegang otoritas dan sumber asasi kedua setelah al-Qur’an merupakan suatu literatur utama ajaran Islam yang kaya akan historiografi. Dalam medan diskursus keislaman, historiografi merupakan salah satu kata kunci (keyword) dalam perkembangan revolusioner peradaban Islam. Signifikansi historiografi ini dapat dilacak di setiap diskursus keilmuan Islam yang ikut membentuk Islam itu sendiri dalam mata rantai peradaban.


 Ilmu Hadits merupakan salah satu disiplin keilmuan yang paling menitik beratkan kajiannya kepada signifikansi historis. Sebagaimana diketahui, hadits sebagai verbalisasi sunnah atau sunnah yang hidup – meminjam istilah Fazlur Rahman – merupakan suatu “ catatan historiografis “ para Ulama tentang keteladanan Rasulullah Saw. baik itu berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dsb. Selektifitas, ketelitian dan kecermatan dalam aspek historis hadits merupakan suatu keniscayaan, mengingat ia merupakan sumber asasi kedua ajaran Islam di satu sisi dan sebagai suatu catatan historiografis di sisi yang lain.

Dari Sunnah ke Hadits

Teladan Rasulullah

Praktik Para Sahabat

Penafsiran Individual
 
Opinio Generalis
 
Opinio Publica (Sunnah)
                                                                  
Formalisasi Sunnah (Hadits).[1]

Sejarah mengabarkan kepada kita bahwa proses verbalisasi sunnah menuju hadits menghabiskan waktu yang tidak sebentar, yakni dua abad. Faktor inilah yang meniscayakan signifikansi historis dalam studi hadits. Rentang waktu yang sangat lama ini pula yang memunculkan banyaknya lontaran kritikan dari para observer baik dari kalangan umat Islam sendiri (insider)ataupun dari kalangan orientalis (outsider). Di sinilah letak korelasi antara studi hadits dan historiografi.

          Peran signifikan historiografi dalam studi hadits ini dapat terlihat jelas dalam beberapa cabang disiplin ilmu hadits seperti ilmu Rijalul Hadith yang memiliki banyak sub-disiplin lainnya, misalnya ilmu tarikh al-ruwah, thabaqah al-ruwah, jarh wa ta’dil, dll. yang mengkonsentrasikan medan pembahasannya kepada aspek historiografi. Di sini dapat terlihat betapa selektifnya para Ulama dalam menguji validitas historis para rawi.

          Dengan demikian, signifikansi studi kitab-kitab terkait kajian tersebut adalah suatu keniscayaan. Diantara kajian yang sangat urgen terkait hal ini adalah studi kitab rijal hadits yang merupakan suatu “ artefak historiografis “ bagi mereka yang hendak menelusuri lautan transmisi hadits. Pada kesempatan ini kami akan memaparkan hasil dari penelitian kecil kami terhadap salah satu kitab rijal hadis yang diklaim sebagai salah satu karya masterpiece dalam kajian Rijal Hadits, Mizanul I’tidal fii Naqd al-Rijal, karya ad-Dzahabi.
 
Masalah sentral yang akan diteliti dan dibatasi serta ditekankan di sini ialah :
1.    Siapakah  Ad-Dzahabi itu ?
2.    Bagaimana metode dan Sistematika kitab Mizanul I’tidal fii Naqd Rijal ?
3.    Bagaimana ideology ad-Dzahaby dalam menyusun kitabnya ?
4.    Bagaimana apresiasi para Ulama terhadap Mizanul I’tidal fii Naqd Rijal ?


Deskripsi Penelitian
A.        Selayang Pandang Pengarang Mizan al-I’tidal fi Naqd ar-Rijal

1.   Biografi ad-Dzahabi
Beliau dilahirkan dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Utsman ibn Qemaz ibn Abdullah az-Zahabi, keturunan Bani Tamim. Beliau lahir di daerah Miyafariqin salah satu kota di  Diyar Bakr Turkumanistan, pada bulan Rabiul Akhir tahun 673 H.
Ketika az-Zahabi masih muda, dia pergi ke salah satu pengajar, Alauddin Ali ibn Muhammad al-Halbi yang terkenal dengan al-Bashbash. Gurunya tersebut merupakan orang yang paling bagus tulisannya. Selain itu, ia dikenal sebagai orang yang paling tahu bagaimana mendidik anak-anak. Az-Zahabi belajar di maktabahnya selama 4 tahun. Kemudian az-Zahabi pindah dan berguru kepada Mas’ud ibn Abdullah as-Shalihi yang mengajarkan al-Qur’an al-Karim. Ia juga dikenal sebagai Imam masjid yang tawadhu’.   Az-Zahabi membaca al-Qur’an dihadapan beliau dan mengkhatamkan sampai 40 kali.
Ketika mencapai umur 18 tahun, beliau mulai memusatkan perhatian pada dua ilmu yang pokok, yakni al-qira’at dan hadits.

2.   Perjalanan Akademis
Dalam mencari ilmu, Az-Zahabi tidak pergi ke banyak negeri sebagaimana kebiasaan ulama’-ulama’ lain. Hal ini disebabkan oleh ayahnya yang melarang az-Zahabi melakukan rihlah, karena khawatir atas keselamatannya. Karena az-Zahabi merupakan anak yang patuh kepada perintah orang tuanya, maka beliau menuruti perintah bapaknya. Maka, tidak heran beliau hanya melakukan rihlah ke tiga Negara, yakni Syam, Mesir, dan Hijaz ketika musim haji.
Di Syam, az-Zahabi belajar al-Qur’an kepada al-Muwaffaq an-Nasibi  pada tahun 695 H di Baklabakka. Selain itu, az-Zahabi mendengar dari ahli hadits yang juga sastrawan Abi Muhammad al-Maghribi al-Ba’labakki (w. 696 H). di kota Halab, az-Zahabi mendengar dari Alauddin al-Armani.
Adapun di Mesir, az-Zahabi belajar dari Ummi Muhammad Sayyidah bint Musa ibn Utsman al-Maraniyyah al-Misriyyah (w. 695 H). az-Zahabi juga berguru kepada Jamaluddin Abil Abbas yang terkenal dengan Ibn adz-Zahiri (w. 696 H), Abil Ma’ali (w. 701 H), Syeikh Islam Qadhil Qadha ibn Daqiqul ‘Id (w. 702 H), dan al-Hafids ad-Dimyathi (w. 705 H).
Di Iskandar, az-Zahabi berguru kepada al-Imam Syarafuddin ibn Shawaf al-Judzami al-Iskandar (w. 705 H) dan Shadruddin Abil Qasim ad-Dakali yang terkenal dengan Suhnun (w.695 H). az-Zahabi mendengar dari Tajuddin Abil Hasan ibn Abdul Muhsin al-Hasyimi al-Husaini al-Wasithi al-Ghuraf pada tahun 704 H, guru Darul Hadits An-Nabihiyah yang terdapat di Iskandariyah.

3.   Wafat
Az-Zahabi wafat di Tarbah Ummu as-Shalih pada 3 Dzul Qa’dah sebelum separo malam tahun 748 H. Beliau dimakamkan di Babus Shagir. Sebelum maghrib saat malam kewafatannya, Syeikh Taqiyuddin as-Subki yakni bapak dari at-Taju as-Subki, hadir mengunjungi az-Zahabi dan menanyakan keadaannya.
Az-Zahabi meninggalkan tiga anak yakni pertama, anak perempuannya yang bernama Amatul Aziz yang mendapat ijazah dari banyak guru, salah satunya Syaikh al-Mustanshariyah Rasyiruddin Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Baghdadi (w. 707 H). Kedua, anak laki-lakinya bernama Abu ad-Darda’ Abdullah lahir tahun 706 H dan wafat Dzulhijjah 754 H. Ketiga, Syihabuddin Abu Hurairah Abdurrahman lahir pada 715 H dan wafat bulan Rabiul Awal 799 H.

4.   Komentar Ulama’
Ilmuddin al-Barzali yang dikenal sebagai guru sekaligus teman dekat az-Zahabi berkomentar, “az-Zahabi merupakan sosok yang memiliki kelebihan, hatinya bening, melakukan perjalanan untuk menimba ilmu, banyak menulis. Ia mempunyai karangan-karangan dan ringkasan yang bermanfaat. Ia juga mempunyai pengatahuan mengenai guru-guru qiraat.”
Al-Hafidz Imaduddin Ibnu Katsir (w. 774) berkomentar, “Beliau adalah guru besar, sejarawan Islam, dan gurunya para ahli hadits. Guru-guru serta huffadz banyak yang berguru kepada beliau.”
Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) berkata : “Saya membaca tulisan al-Badru al-Nabalsi dalam masyikhihi : az-Zahabi adalah orang yang tahu betul mengenai rawi-rawi dan keadaannya, tajam pemahamannya, dan bijaksana.” Bahkan, Ibnu Hajar ketika minum air zam zam, dia berdoa agar diberi kecerdasan dan hafalan setingkat dengan az-Zahabi.
5.   Karya-karya Az-Zahabi

Dalam muqaddimah tahqiq, disebutkan az-Zahabi telah mengarang lebih dari dua ratus karya. Berikut adalah karya-karya beliau :
a.    Dalam bidang Qira’at
1)    At-Talwihat fi Ilmil Qira’at
b.    Dalam bidang hadits
2)    Al-Arba’un al-Buldaniyah
3)    Ats-Tsalatsuna al-Buldaniyah
4)    Jalur-jalur hadits “من كنت مولاه فعلى مولاه”. Az-Zahabi berkata dalam Tadzkirah al-Huffadz, “ adapun hadits yang berbunyi من كنت مولاه فله طرق جيدة diriwayatkan dengan jalur infirad.
5)    Al-Kalam ‘ala Hadits al-Thair.
c.    Al-Mustadrak ‘ala Mustadrak al-Hakim. Kitab ini berisi tentang pertentangan Haji Khalifah terhadap “al-Mustadrak”  yang dikarang oleh Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi (w.405 H).
d.    Dalam bidang musthalahul hadits
1)    Kitab al-Ziyadah al-Mudhtharabah
2)    Thuruqu Ahadits al-Nuzul
3)    Al-‘Adzbu al-Salsal fi Al-Hadits al-Musalsal
4)    Maniyatut Thalib li Aazzil Muthalib
5)    Al-Muwaqqadzah fi Ilmi Mushtalahil Hadits, dlll ….

B.  Studi Kitab Mizan al-I’tidal fii Naqd al-Rijal

1. Selayang pandang Kitab Mizanul I’tidal

Judul lengkap Kitab ini adalah Mizanul I’tidal fii Naqd ar-Rijal, yang lebih dikenal dengan al-Mizan, buah karya al-Imam al-Hafidzh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ad-Dzahaby. Kitab ini merupakan karya masterpiece ad-Dzahaby dalam kajian ilmu kritik rijal (naqd ar-rijal) dalam studi jarh atau ta’dil. Upaya  inilah yang mengantarkannya kepada popularitas dalam diskursus kajian ini, hal tersebut semata-mata merupakan hasil kesungguhan ad-Dzahaby yang ia curahkan sepenuhnya dalam penyusunan kitab ini.

Kitab ini merupakan salah satu ensiklopedi terlengkap yang berisi biografi para rijal hadits yang sedikit banyak memiliki masalah, mulai dari perawi yang benar-benar pendusta atau pemalsu ( kadzdzab, wadlla’, dsb. ) hingga perawi tsiqah yang “ bermasalah “, seperti melakukan bid’ah ( tsiqat atsbat alladzina fihim bid’ah ), dsb. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh ad-Dzahaby sendiri terkait konten kitab ini yang memuat beberapa kategori perawi yang dicantumkan di kitab ini. [2] Dalam kitab ini tidak diuraikan perawi yang maqbul, bahkan  yang dinilai para kritikus dengan mahalluhu as-shidq, laa ba’sa bih, shalihul hadits, yultab haditsuhu, syaikh,dan sejenisnya yang termasuk istilah justifikasi ta’dil tingkat paling rendah, karena semuanya masih menunjukan ketiadaaan dla’if secara mutlak. [3]

          Ad-Dzahaby berkata dalam muqaddimahnya : “ mizan al-I’tidal merupakan suatu ensiklopedia yang menjelaskan tentang kajian transmisi hadits Nabi dan atsar yang aku susun setelah kitab al-Mughny. Aku menulis konten kitab ini dengan panjang lebar, di dalamnya terdapat sekian nama para perawi hadits, sebagai tambahan dari kitab al-Mughny yang mayoritas dinukil dari kitab al-Hafil [4] sebagai pelengkap kitab al-Kamil karya Ibnu ‘Addy. ” [5]
  
2Motivasi ad-Dzahaby dalam Menyususn  Kitab Mizan al-I’tidal

Berdasarkan fenomena yang terjadi di kalangan pakar jarh-ta’dil, yaitu apresiasi yang sangat positif yang mereka berikan kepada kitab al-Kamil fi Dlu’afa al-Rijal karya Ibnu ‘Addy, ad-Dzahaby kemudian berusaha keras untuk menyelami lebih dalam kajian ilmu ini. Ia melakukan pengembaraan akademis demi memperdalam kajian ini. Dengan demikian, dalam kitabnya ia mencantumkan setiap orang yang diperbincangkan dalam masalah tersebut ( jarh-ta’dil). Namun kendati demikian, ia tidak pernah menyinggung seorangpun dari kalangan sahabat. [6]

3. Metode dan Sistematika ad-Dzahaby dalam Menyusun Mizan al-I’tidal

          Dalam muqaddimah tahqiq kitab Mizan al-I’tidal disebutkan bahwa secara konklusif, Ad-Dzahaby rahimahullah menyusun kitabnya dengan sistematika alfabetis ( tartib ‘ala hurufil  al-mu’jam ). Selanjutnya pengurutan tersebut diterapkan dalam nama-nama ayah perawi, kemudian setelah itu ia menjelaskan nama-nama kunyah ( julukan ) para perawi, lalu siapa saja perawi yang populer karena ayahnya, kemudian menjelaskan silsilah keturunannya, menjelaskan perawi yng namanya masih majhul dari kalangan laki-laki dan perempuan, lalu menyebutkan nama-nama kunyah peawi perempuan dan diakhiri dengan perawi tanpa nama namun diidentifikasi dengan kata walidatu fulaan. [7]
 Secara umum, Metode dan sistematika kitab Mizanul I’tidal ialah :

A. Menggunakan  sistematika mu’jam ( alfabetis) dalam mengurut para perawi

Hal ini dimaksudkan supaya lebih mudah diakses. Sistem alfabetik ini juga digunakan dalam mengurut nama ayah perawi. Selanjutnya terkadang juga disebutkan kunyah perawi dan runtutan nasabnya. Tak lupa ia juga menyebutkan beberapa guru perawi secara ringkas, baru kemudian ia menguraikan kritikannya terkait problem yang dimiliki si perawi tanpa menjangkau wilayah isnad. Contohnya :
996 [ 1420 ] - أشعث بن براز الهجيمي ( 2 ) عن الحسن و ثابت
 ضعفه ابن معين و غيره  و قال النسائي متروك الحديث  و قال البخاري منكر الحديث

Juga terkadang ia mencantumkan hadits yang diriwayatkan oleh si perawi, Misalnya :

( 1656 ) ( صح ) بشر بن الوليد الكندي الفقيه سمع عبد الرحمن بن الغسيل ومالك بن أنس وتفقه بأبي يوسف وروى عنه البغوي وأبو يعلي وحامد بن شعيب وولي قضاء مدينة المنصور الى سنة ثلاث عشرة ومائتي أخبرنا أحمد بن اسحاق أخبرنا الفتح بن عبد الله الكاتب أخبرنا هبة الله بن الحسين الكاتب أخبرنا أحمد بن محمد بن النقور حدثنا عيسى بن علي إملاء أخبرنا أبو القاسم عبد الله بن محمد حدثنا بشر بن الوليد الكندي حدثنا إبراهيم بن سعد عن الزهري عن أنس أنه أبصر على النبي صلى الله عليه وسلم خاتم ورق يوما واحدا فصنع الناس خواتيمهم ورأى في يد رجل خاتما فضرب أصبعه حتى رمى به هذا حديث صالح الإسناد غريب


B. Mencantumkan rumusan-rumusan tertentu pada setiap perawi yang haditsnya diriwayatkan oleh salah satu Imam pengarang kutub Sittah [8]

Rumusan-rumusan tersebut adalah :
  1. ( ع )   kode untuk  para perawi yang terdapat dalam  al-Kutub al-sittah                                                                                                                      
  2.   (عو ) kode untuk para perawi dalam kitab sunan yang empat.
  3.   (خ  )  kode untuk perawi dalam  Shahih Bukhari
  4. (م  )    kode untuk perawi dalam  Shahih Muslim
  5.  (د  )   kode untuk perawi dalam Sunan Abu Dawud
  6. (ت  )   kode untuk perawi dalam Sunan al-Turmudzi
  7. (س  )   kode kode untuk perawi  dalam Sunan al-Nasa’i
  8. (ق  )    kode untuk perawi dalam Sunan Ibn Majah
Contohnya seperti : [9]
بِشر بن آدم) [ د، ت، ق].
Maksudnya hadits yang diriwayatkan oleh Basyar bin Adam dikeluarkan oleh Abu  Daud, Tirmidzy dan Ibnu Majah. Di samping itu juga terdapat suatu rumus yang berarti seluruh komentar mengarah kepada ke-tsiqahan perawi :  ( صح) yang dicantumkan di permulaan nama perawi. Seperti : [10]

 ( 1656 ) ( صح ) بشر بن الوليد الكندي الفقيه

C. Seringkali menjustifikasi kualitas suatu jalur sanad. Contohnya seperti di atas.

D. Penggunaan kata : “ Majhulun “  yang seluruhnya merupakan perawi majhul versi Ibnu Abi Hatim. Adapun kata selainnya seperti fihi Jahalah.. dst, maka ia adalah pendapat ad-Dzahaby sendiri.

E. Hanya memuat himpunan dari beberapa biografi perawi yang “ bermasalah “, mulai dari perawi yang benar-benar pendusta atau pemalsu ( kadzdzab, wadlla’, dsb. ) hingga perawi tsiqah yang “ bermasalah “, seperti melakukan bid’ah ( tsiqat atsbat alladzina fihim bid’ah ), dsb.

F. Tidak dicantumkan biografi sahabat. Hal ini – sebagaimana diungkapkan ad-Dzahabi sendiri –  dikarenakan keagungan dan kemuliaan sahabat itu sendiri, maka dirasa tidak perlu untuk duraikan dalam kitab ini, karena letak kedla’ifan berasal dari perawi setelah mereka. [11]

G. tidak diuraikan biografi satupun biografi para Imam yang dijadikan panutan dalam masalah furu’. Seperti para imam madzhab ( Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dan dua Imam hadits (Bukhari-Muslim), dsb.  dengan alasan yang sama dengan sahabat.

H. Struktur Pembagian Kitab karangan adz-Dzahabi ini terbagi dalam beberapa 8 bagian :

Bagian pertama : membahas mengenai biografi rawi-rawi laki-laki dan perempuan yang diurutkan berdasarkan alfabetis (al-manhaj al-mu’jam) dari alif sampai ya :

العدد
رقم الرواة
الراوي الاول و الاخير
الحروف
الرقم
1122
1-1122
ابان بن اسحاق - أيوب شامي
الالف
1
215
1123-1337
باذام أبو صالح - بيان الزنديق
الباء
2
217
1138-1354
تبيع أبو العدبس - توبة العنبري
التاء
3
57
1355-1411
ثابت بن أحمد أبو البركات المؤدب - ثهلان بن قبيصة
الثاء
4
184
1412-1595
جابان - جويبر بن سعيد
الجيم
5
803
1596-2398
حابس اليماني  - حية بن حابس
الحاء
6
190
2399-2588
خارجة بن عبد الله بن سليمان - خيران بن العلاء
الخاء
7
110
2589-2698
دارم – دينار
الدال
8
8
2699-2706
ذاكر بن موسى بن شيبة العسقلاني - ذيال بن عبيد بن حنظلة عن جده
الذال
9
113
2707-2819
راشد بن جندل - ريحان بن يزيد
الراء
11
224
2820-3043
زاذان أبو عمر - زينب بنت كعب
الزاء
12
610
3044-3653
سابق بن عبد الله الرقي - السيف الآمدي المتكلم
السين
13
115
3654-3768
شاذان  - شيخ بن أبي خالد
الشين
14
161
3769-3929
صاعد بن الحسن الربعي – صهيب
الصاد
15
38
3930-3967
ضبارة بن عبد الله - ضوء بن ضوء
الضاد
16
73
3968-4040
طارق بن أبي الحسناء - طيفور بن عيسى أبو يزيد البسطامي
الطاء
17
8
4041-4048
ظبيان بن صبيح الضبي - ظليم بن حطيط
الظاء
18
2595
4049-6643
عاصم بن بهدلة - عيينة بن عبد الرحمن
العين
19
41
6644-6684
غازي بن جبلة - غيلان بن أبي غيلان
الغين
20
109
6685-6793
فاتك بن فضالة - الفيض بن وثيق
الفاء
21
138
6794-6931
قابوس بن أبي ظبيان - قيس بن هبار
القاف
22
60
6932-6991
كادح بن جعفر - كيسان أبو بكر
الكاف
23
17
6992-7009
لقمان بن عامر - ليث بن أبي المساور
اللام
24
1980
7010-8989
مازن العائذي - مينا بن أبي مينا
الميم
25
166
8990-9155
نابت بن يزيد شامي - نوفل بن عبد الملك
النون
26
172
9156-9327
هارون بن أحمد - هيصم بن الشداخ
الهاء
27
118
9328-9445
الوازع بن نافع العقيلي الجزري – وهب
الواو
28
3
9446-9448
لاحق بن الحسين المقدسي - لاهز أبو عمرو التيمي
اللام الف
29
486
9449-9934
ياسر - يونس الكذوب
الياء
30


Dari tabel di atas, kita bisa melihat bahwa rawi-rawi yang terdapat pada bagian pertama ini tidaklah sedikit, bahkan jika jumlahkan, total semuanya mencapai 9934 rawi dari huruf alif sampai ya’.
Contoh :
19 [ 31 ] - ابان بن الوليد بن هشام المعيطي ( 6 ) عن الزهري قال أبو حاتم مجهول

Bagian kedua  : membahas tentang kunyah-kunyah yang di awali dengan kunyah lafadz أبو. Pada bagian kedua, az-Zahabi memulai dengan mencantumkan rawi yang bernama Abu Ibrahim (no. 9935) dan mengakhiri dengan perawi Abu Yunus (no.10762). seluruh perawi pada bagian kedua ini sebanyak 828 rawi.
Contoh :
10760 ( . . . ) أبو يوسف المديني عن هشام بن عروة قال ابن معين ليس بثقة
Bagian ketiga : membahas rawi-rawi yang populer dengan ayahnya. Adz-Dzahabi mengawalinya dengan (ابن). Rawi Ibnu A’bud (no.10763) adalah rawi pertama yang tercantum dalam bagian ketiga ini, selanjutnya Ibnu Muhammad ibn Muslimah (no.10865) adalah rawi terakhirnya. Jumlah keseluruhan rawi pada bagian ketiga ini sebanyak 103.
Contoh :
 10830 ( . . . ) ابن غيلان عن عبد الله بن مسعود في الوضوء بالنبيذ قال أبو رزعة مجهول

Bagian keempat : membahas mengenai nasab (hubungan pertalian keluarga). Az-Zahabi mengawalinya dengan Iskaf Sa’ad ibn Dzarif (no.10866) sampai al-Waqhasi Utsman ibn Abdurrahman (no. 10920).  Jumlah keseluruhan rawi pada bagian keempat ini sebanyak 55 rawi.
Contoh :
10920 ( 5883 ت ) الوقاصي عثمان بن عبد الرحمن السعدي
Bagian kelima : membahas nama-nama rawi yang majhul. Diawali dengan rawi yang bernama Ibrahim ibn Abi Asid (no. 10921) dan diakhiri dengan rawi Abu Bakr ibn Abi Syaibah (no. 10939). Jumlah keseluruhan rawi pada bagian kelima ini sebanyak 19 rawi.
Contoh :
10925 ( . . . ) إسماعيل ( د ت ) بن أميه عن أبي أبيه عن أبي هريرة قيل هو أبو اليسع ولا يعرف

Bagian keenam : membahas rawi-rawi perempuan yang majhul. Diawali dengan rawi perempuan yang bernama Asma’ bint Said (no.10940), dan diakhiri dengan Hunaidah (no.11011). jumlah keseluruhan rawi pada bagian keenam ini sebanyak 72 rawi.
Contoh :
10941( 5888 ت ) أسماء بنت عابس عن أبيها لا تعرف روى عنها الحسن بن الحكم النخعي
Bagian ketujuh : membahas tentang nama-nama kunyah dari rawi-rawi perempuan. Di bagian ketujuh, az-Zahabi memulainya dengan rawi yang bernama Ummu Aban bint al-Wazi’ (no. 11012), dan dibagian akhir menyebut rawi Ummu Yunus bint Syaddad (no.11045). Rawi yang terdapat dibagian ketujuh ini sebanyak 34 rawi.
Contoh :
11030 ( 5977 ت ) أم سعيد بنت مرة الفهرية عن أبيها لا تعرف وعنها أنيسة
Bagian kedelapan : membahas orang yang tidak disebutkan namanya dan adz-Dzahabi mengawalinya dengan lafadz والددة. Az-Zahabi mengawalinya dengan Walidah Khithab ibn Shalih (no.11046) dan mengakhiri dengan rawi Walidah Ummu Hakim (no. 11061). Pada bagian kedelapan jumlah keseluruhan rawi sebanyak 16 rawi.
Contoh :
11046 ( 5989 ت ) والدة خطاب بن صالح ( د ) عن سلامة وعنها ابنها

I. kategorisasi objek yang diteliti ke dalam 10 kategori : [12]

1.    Perawi yang suka berdusta dan pemalsu.
2.    Perawi yang suka berdusta ; mengaku mendengar suatu hadits padahal sebenarnya tidak ( berpura-pura mendengar ).
3.    Perawi yang tertuduh dengan pemalsuan atau pendustaan.
4.    Perawi yang ditinggalkan dan dijatuhkan ( al-matrukun al-halaky) yaitu perawi yang banyak melakukan kesalahan, hadistnya ditinggalkan dan riwayatnya tidak dijadikan sandaran. 
5.    Perawi yang “ berdusta “ dalam dialek ( lahjah ) mereka dan tidak berdusta dalam hadits Nabi.
6.    Perawi yang berpredikat hafidz yang memiliki kelemah-lembutan dalam spiritual namun memiliki kelemahan dan kelunakan dalam hal ‘adalah-nya.
7.    Perawi hadits yang lemah dan tidak sampai derajat al-Hafidz, mereka memiliki justifikasi negatif berupa wahm (tuduhan negatif) dan ghalath (kesalahan), namun haditsnya tidak ditinggalkan oleh para Huffadz, mereka menerima hadits tersebut dalam hal syawahid dan mutabi’ dan tidak menerimanya ketika terkait masalah ajaran pokok agama ( al-ushul ), halal dan haram.
8.    Para guru yang mastur, yaitu mereka yang memiliki kelemahan dan tidak sampai predikat al-Atsbat dan al-Mutqin.
9.    Orang-orang yang termasuk kategori majhul berdasarkan versi Abu Hatim al-Razi yang diacu oleh ad-Dzahaby, dengan ungkapan : majhulun, atau dengan ungkapan lainnya seperti : Laa yu’rafu, fihi jahalah …
10. Para guru yang tsiqat namun mereka diketahui melakukan bid’ah atau mereka yang dijustifikasi tsiqat oleh kritikus yang komentarnya tidak diperhitungkan, disebabkan ia termasuk orang yang inkonsisten dan menyalahi dengan mayoritas kritikus.

Di bawah ini adalah beberapa terma jarh-ta’dil menurut kriteria ad-Dzahabi yang diurut secara hierarkis : [13]

No
Ta’dil
No
Jarh
1.
ثبت حجة وثبت حافظ وثقة متقن وثقة ثقة
1.
دجال كذاب او وضاع يضع الحديث
2.
ثقة
2.
متهم بالكذب ومتفق على تركه
3.
مقبول
3.
متروك ليس بثقة وسكتوا عنه وذاهب الحديث وفيه نظر وهالك
4.
صدوق
4.
واه بمرة وليس بشئ وضعيف جدا وضعفوه ضعيف وواه [ ومنكر الحديث ] ونحو ذلك
5.
ولا باس به وليس به باس
5.
يضعف وفيه ضعف وقد ضعف ليس بالقوي ليس بحجة ليس بذاك يعرف وينكر فيه مقال تكلم فيه لين سيء الحفظ لا يحتج به اختلف فيه صدوق [ لكنه ] مبتدع ونحو ذلك
6.
محله الصدق وجيد الحديث وصالح الحديث وشيخ وسط وشيخ حسن الحديث وصدوق ان شاء الله وصويلح ونحو ذلك





4Moderatisme ad-Dzahaby Dalam Mizan al-I’tidal

Secara ideologis, dapat diketahui bahwa Ad-Dzahabi adalah seorang yang moderat ( al-Washity ). Hal ini bisa terlacak dari kitab karangannya tentang orang-orang yang dijadikan acuan dalam jarh-ta’dil ( fii man yu’tamadu qauluhu fil jarh wa ta’dil ). Ia membagi para kritikus dalam kedalam tiga kategori : pertama, berdasarkan inkonsistensi perawi ( ta’annut ), kedua, berdasarkan keserampangan perawi ( tasaahul ) . ketiga, berdasaran moderatisme perawi (I’tidaal). [14]

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa ad-dzahaby merupakan seorang kritikus yang cermat dan penuh pertimbangan terhadap mereka yang inkonsisten, serampangan dan yang moderat. Maka ada dugaat kuat – bahkan memang merupakan konsensus para Ulama Rijal – bahwa ad-Dzahaby merupakan seorang kritikus yang moderat yang menghindari ekstrimisme. Ad-Dzahabi sendiri mencantumkan rumus-rumus jarh-ta’dil secara hierarkis mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah kemudian menjelaskan aplikasinya dalam kritik rijal. Moderatisme ad-Dzahaby dapat dilacak – misalnya – dari uraian biografi Abanu bin Taghlib al-Kuufy : [15]

ابان بن تغلب [ م عو ] الكوفي شيعي جلد لكنه صدوق فلنا صدقه وعليه بدعته  وقد وثقه أحمد بن حنبل ويحيى بن معين وابو حاتم واورده ابن عدي وقال كان غاليا في التشيع  وقال السعدي زائغ مجاهر فلقائل ان يقول كيف ساغ توثيق مبتدع وحد الثقة العدالة والاتقان فكيف يكون عدلا من هو صاحب بدعة وجوابه ان البدعة على ضربين فبدعة صغرى كغلو التشيع او كالتشيع بلا غلو ولا تحرف فهذا كثير في التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الاثار النبوية وهذه مفسدة بينة  ثم بدعة كبرى كالرفض الكامل والغلو فيه والحط على أبي بكر وعمر - رضي الله عنهما - والدعاء الى ذلك فهذا النوع لا يحتج بهم ولا كرامة وايضا فما استحضر الان في هذا الضرب رجلا صادقا ولا مامونا بل الكذب شعارهم والتقية والنفاق دثارهم فكيف يقبل نقل من هذا حاله حاشا وكلا فالشيعي الغالي في زمان السلف وعرفهم هو من تكلم في عثمان والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن حارب عليا - رضي الله عنه وتعرض لسبهم والغالي في زماننا وعرفنا هو الذى يكفر هؤلاء السادة ويتبرأ من الشيخين ايضا فهذا ضال معثر [ ولم يكن ابان بن تغلب يعرض للشيخين اصلا بل قد يعتقد عليا افضل منهما


Di sini dapat terlihat bagaimana moderatisme ad-Dzahaby yang mengkritik mainstream yang ada pada saat itu. Sebenarnya ia menyadari bahwa komentar yang dicetuskannya memang bersebrangan dengan mainstream yang ada tentang bid’ahnya perawi syi’ah. Oleh karenanya, ia melakukan pembelaan dengan menklarifikasi konsep bid’ah dalah diskursus kritik rijal hadits.
5Selektivitas ad-Dzahaby Dalam Menyusun Mizan al-I’tidal

Ad-Dzahaby tidak begitu saja menerima komentar-komentar para ulama terdahulu tanpa klarifikasi dan di re-check ulang. Bahkan, ia tidak segan-segan mengkritik dan memberikan verifikasi terkait beberapa komentar yang menurutnya tidak benar setelah dilakukan penelusuran. Hal ini sebagaimana kritik ad-Dzahaby terkait komentar Abu Ya’qub al-Fasawi kepada Zaid bin Wahb al-Juhny, salah seorang perawi tabi’n yang di-tsiqah-kan oleh jumhur ulama kecuali oleh al-Fasawi : [16]
فهذا الذي استنكره الفسوي من حديثه ما سبق إليه ولو فتحنا هذه الوساوس علينا لرددنا كثيرا من السنن الثابتة بالوهم الفاسد
Kritik ad-Dzahaby tidak terhenti pada komentar-komentar para kritikus, namun lebih  dari itu, ia juga secara leluasa mengkritik beberapa kitab-kitab yang menjadi sumbernya dalam menyusun karyanya ini. Misalnya ia mengkritik kitab ad-Dlu’afa karya Ibnu Jauzy terkait komentarnya yang – menurut ad-Dzahaby – tidak disertai bukti-bukti yang mamadai terkait biografi Aban bin Yazid al-‘Athhar : [17]

وقد اورده ايضا العلامة أبو الفرج بن الجوزي في الضعفاء ولم يذكر فيه اقوال من وثقة وهذا من عيوب كتابه يسرد الجرح ويسكت عن التوثيق
Namun sebagai akademisi yang menjunjung tinggi objektivitas, di samping mengkritik beberapa kekurangan yang terdapat dalam suatu kitab, ia juga mengapresiasi beberapa kitab dengan memberikan pujian. Misalnya sanjungan ad-Dzahaby kepada kitab karya al-‘Aqily :
وله مصنف مفيد في معرفة الضعفاء  
“ al-‘Aqily memiliki suatu karya yang berfaidah dalam pengetahuan perawi-perawi yang dla’if  ” [18]

6. Sumber-Sumber Rujukan Ad-Dzahabi
Dalam menyusun kitab Mizanul I’tidal, ad-Dzahabi merujuk kepada beberapa kitab karya ulama-ulama yang memiliki kapabilitas dalam bidang ilmu ini, sebagaimana yang ia sebutkan dalam muqaddimah kitabnya seperti : [19]
1.    Yahya bin Sa’id al-Qhattan w. 198 H
2.    Yahya bin Ma’in w. 233 H
3.    ‘Ali bin al-Madiny w. 234 H
4.    Ahmad bin Hanbal w. 241 H
5.    Abu Khaitsamah w. 234 H
6.    Abu Zur’ah al-Razi w. 263 H
7.    Abu Hatim al-razi w. 277
8.    Al-bukhari w. 256 H.
9.    An-Nasa’i
10. Ibn Khuzaimah
11. Ad-Daulaby
12. Al-‘Aqily
13. Ibn Hibban
14. Al-Hakim, dsb.
Diantara kitab yang merupakan sumber utama ad-Dzahabi ialah : al-Kamil karya Ibnu ‘Addy yang diklaim ad-dzahaby sebagai kitab paling paripurna terkait studi perawi-perawi yang dlaif [20]ad-dlu’afa karya al-‘Aqily, ad-Dlu’afa karya al-hakim an-naisabury, al-Jarh wa ta’dil karya Ibn Abi Hatim, dsb.


7.  Apresiasi Para Ulama Terhadap Kitab Mizan al-I’tidal
Sebagai salah satu kitab masterpiece dalam kajian kritik Rijal hadits, tidak heran jika para Ulama memberikan apresiasi  kepada kitab ini. Hal ini diwujudkan misalnya dengan “ me-recycle “ kitab tersebut dalam bentuk mukhtashar, ta’liq, tadzyil, talkhis, istidrak, dsb. yang merupakan karya apresiatif baik berupa ringkasan, kritikan, catatan tambahan, dsb  Diantaranya :

1. Tahrir al-Mizan dan Lisan al-Mizan, karya Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
2. Zawa’id al-Lisan ‘ala al-Mizan, as-Suyuthy.
3. Naqd an-nuqshan fii Mi’yar al-Mizan, karya Burhanuddin bin Muhammad al-Halaby.
4. Tadzyil karya al-Hafidz al-‘Iraqy, dll.

          Namun perlu diingat, sebagai suatu korpus terbuka, wacana yang dikembangkan ad-Dzahaby dalam kitabnya ini juga tidak lepas dari kritikan. Salah satu hal yang mendapat kritikan dalam wacana kitab ini ialah terkait metode ad-Dzahaby yang sengaja tidak mencantumkan sahabat dan adanya ditemukannya . Dalam edisi kitab Mizanul I’tidal yang ditahqiq oleh tiga orang Ulama, Syekh ‘Aly al-Mu’awwadl, Syekh ‘Adil Ahmad dan al-Uztadz Dr. ‘Abdul Fattah, dijelaskan tentang kritik mereka yang menguji konsistensi metode ad-Dzahabi.

          Dalam Miaznul I’tidal terdapat seorang perawi yang bernama Midlaj bin ‘Amr as-Sulamy yang menurut beliau tidak diketahui identitasnya : [21]

مدلاج بن عمرو السلمي عن الرماني ويقال الزماري لا يدرى من هو  مرثد مرجى
Padahal sebenarnya ia adalah seorang sahabat yang ikut perang badar yang wafat pada tahun 50 H. Semua kitab rijal lainnya mengidentifikasi Midlaj sebagai sebagai sahabat. Sebagaimana terdapat dalam beberapa kitab rijal seperti : Usdul Ghabah 1 / 999, al-A’lam 7 / 197, al-Isti’ab 1 / 462, as-Tsiqat Ibnu Hibban 3 / 405, at-Thabaqat al-Kubra 3 / 98, dsb. Hal ini juga disinggung Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan 6 / 12.

Bahkan anehnya ad-Dzahaby sendiri dalam kitab Tajrid Asma as-Shahabat, Juz. 2, halaman 66 mengidentifikasinya sebagai sahabat :

مدلج بن عمرو السلمي ويقال : مدلاج من حلفاء بني عبد شمس توفي سنة 50 ترجم له ابن منده و ابو نعيم و ابن عبد البر
          Hal yang sama juga terjadi dalam identifikasi perawi bernama Sawwar bin ‘Umar :
سوار بن عمر  لا يدرى من هو قال البخاري لم يصح حديثه وهو مرسل ذكره ابن عدي

Uraian lebih lanjut bisa diteliti dalam Lisanul Mizan 3 / 127.

End Notes :


[1] Jalaludin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Mizan, Bandung,2002) hal 234.
[2] . Ad-Dzahaby, Mizan al-I’tidal fii Naqd al-Rijal,  (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), Juz 1, hlm. 113
[3] . Mizanul I’tidal, Juz. 1, hlm. 114
[4] . al-Hafil fi Takmilah al-Kamil, karya Syeikh Abi al-Abbas / Ibnu Rumiyah yang wafat pada th. 628 H.
[5] . Mizan al-I’tidal, Juz 1, hlm. 109
[6] . as-Sabiq dan Muqaddimah Lisan al-Mizan karya Ibnu Hajar dan Syamsuddin as-Sakhawi : al-I’lan hlm. 586.
[7] . Mizanul I’tidal ; muqaddimah muhaqqiq, Juz. 1, hlm. 86
[8] . Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzy, dan ibnu Majah.
[9] . Mizanul I’tidal,  Juz. 1, hlm. 313
[10] . Mizanul I’tidal , Juz. 2, hlm. 40
[11] . Mizanul I’tidal ; muqaddimah mushannif, Juz. 1, hlm. 113
[12] . Mizanul I’tidal ; muqaddimah muhaqqiq, Juz. 1, hlm. 87, Selengkapnya lihat muqaddimah mushannif, hlm. 113
[13] . Mizanul I’tidal ; muqaddimah mushannif, Juz. 1, hlm. 114
[14] . Ad-Dzahaby,  Dzikru man yu’tamadu qauluhu fil jarh wa ta’dil .
[15] . Mizan al-I’tidal , Juz. 1, hlm. 118.
[16] . Mizan al-I’tidal, Juz. 3, hl. 158
[17] . Mizan al-I’tidal, Juz. 1, hlm. 131
[18] . Mizanul I’tidal, Juz. 1, hlm. 112
[19] . Mizanul I’tidal, Juz. 1, hlm. 110-112
[20] . Mizanul I’tidal, Juz. 1, hlm. 112
[21] . Mizanul I’tidal, Juz. 6, hlm. 393

2 comments

  1. Anonim Said,

    I hardly drop comments, however i did some searching
    and wound up here "Studi Kitab Mizanul I'tidal". And I actually do have a couple of questions for you
    if you do not mind. Could it be only me or does it seem
    like a few of these comments appear as if they are written
    by brain dead individuals? :-P And, if you are writing at additional online
    sites, I would like to keep up with everything new you have to post.
    Would you list of all of all your community sites like your
    linkedin profile, Facebook page or twitter feed?

    Feel free to visit my web-site: Hairstyles

    Posted on 23 Maret 2013 pukul 04.23

     
  2. sorry for late (and for my english :))...

    Actually, "Studi Kitab Mizanul I'tidal" is my group-task research for the coursework,i did it together with my friends ..

    If you wanna share something, find me here:

    http://www.facebook.com/asepnahrul

    I don't have any writing in other site ...

    and this is one of my recomended site :

    http://www.sunnah.org.sa/sunnah-sciences/modern-methods/918-2010-09-21-14-11-18


    pleasure to give some share ... !

    Posted on 31 Maret 2013 pukul 01.28

     

Posting Komentar