Latar Belakang
Hadits
sebagai pemegang otoritas dan sumber asasi kedua setelah al-Qur’an merupakan
suatu literatur utama ajaran Islam yang kaya akan historiografi. Dalam medan
diskursus keislaman, historiografi merupakan salah satu kata kunci (keyword)
dalam perkembangan revolusioner peradaban Islam. Signifikansi historiografi ini
dapat dilacak di setiap diskursus keilmuan Islam yang ikut membentuk Islam itu sendiri dalam mata rantai peradaban.
Ilmu Hadits
merupakan salah satu disiplin keilmuan yang paling menitik beratkan kajiannya
kepada signifikansi historis. Sebagaimana diketahui, hadits sebagai verbalisasi
sunnah atau sunnah yang hidup – meminjam istilah Fazlur Rahman – merupakan
suatu “ catatan historiografis “ para Ulama tentang keteladanan Rasulullah Saw.
baik itu berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dsb. Selektifitas, ketelitian
dan kecermatan dalam aspek historis hadits merupakan suatu keniscayaan,
mengingat ia merupakan sumber asasi kedua ajaran Islam di satu sisi dan sebagai
suatu catatan historiografis di sisi yang lain.
Dari Sunnah ke Hadits
Penafsiran
Individual
Opinio Generalis
Opinio
Publica (Sunnah)
Sejarah mengabarkan kepada kita bahwa proses verbalisasi
sunnah menuju hadits menghabiskan waktu yang tidak sebentar, yakni dua abad.
Faktor inilah yang meniscayakan signifikansi historis dalam studi hadits.
Rentang waktu yang sangat lama ini pula yang memunculkan banyaknya lontaran
kritikan dari para observer baik dari kalangan umat Islam sendiri (insider)ataupun
dari kalangan orientalis (outsider). Di sinilah letak korelasi antara
studi hadits dan historiografi.
Peran signifikan historiografi dalam
studi hadits ini dapat terlihat jelas dalam beberapa cabang disiplin ilmu
hadits seperti ilmu Rijalul Hadith yang memiliki banyak sub-disiplin lainnya,
misalnya ilmu tarikh al-ruwah, thabaqah al-ruwah, jarh wa ta’dil, dll.
yang mengkonsentrasikan medan pembahasannya kepada aspek historiografi. Di sini
dapat terlihat betapa selektifnya para Ulama dalam menguji validitas historis
para rawi.
Dengan demikian, signifikansi studi kitab-kitab
terkait kajian tersebut adalah suatu keniscayaan. Diantara kajian yang sangat
urgen terkait hal ini adalah studi kitab rijal hadits yang merupakan suatu “
artefak historiografis “ bagi mereka yang hendak menelusuri lautan transmisi
hadits. Pada kesempatan ini kami akan memaparkan hasil dari penelitian kecil
kami terhadap salah satu kitab rijal hadis yang diklaim sebagai salah satu
karya masterpiece dalam kajian Rijal Hadits, Mizanul I’tidal fii Naqd
al-Rijal, karya ad-Dzahabi.
Masalah sentral yang
akan diteliti dan dibatasi serta ditekankan di sini ialah
:
1.
Siapakah
Ad-Dzahabi itu ?
2.
Bagaimana metode dan Sistematika kitab Mizanul
I’tidal fii Naqd Rijal ?
3.
Bagaimana ideology ad-Dzahaby dalam menyusun kitabnya
?
4.
Bagaimana apresiasi para Ulama terhadap Mizanul
I’tidal fii Naqd Rijal ?
Deskripsi Penelitian
A.
Selayang Pandang Pengarang Mizan al-I’tidal fi Naqd
ar-Rijal
1.
Biografi
ad-Dzahabi
Beliau dilahirkan dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad
ibn Utsman ibn Qemaz ibn Abdullah az-Zahabi, keturunan Bani Tamim. Beliau lahir di daerah Miyafariqin salah satu
kota di Diyar Bakr Turkumanistan,
pada bulan Rabiul Akhir tahun 673 H.
Ketika az-Zahabi masih muda, dia pergi ke salah satu
pengajar, Alauddin Ali ibn Muhammad al-Halbi yang terkenal dengan al-Bashbash.
Gurunya tersebut merupakan orang yang paling bagus tulisannya. Selain itu, ia
dikenal sebagai orang yang paling tahu bagaimana mendidik anak-anak. Az-Zahabi
belajar di maktabahnya selama 4 tahun. Kemudian az-Zahabi pindah dan berguru
kepada Mas’ud ibn Abdullah as-Shalihi yang mengajarkan al-Qur’an al-Karim. Ia
juga dikenal sebagai Imam masjid yang tawadhu’. Az-Zahabi membaca al-Qur’an dihadapan beliau
dan mengkhatamkan sampai 40 kali.
Ketika mencapai umur 18 tahun, beliau mulai memusatkan
perhatian pada dua ilmu yang pokok, yakni al-qira’at dan hadits.
2.
Perjalanan
Akademis
Dalam mencari ilmu, Az-Zahabi tidak pergi ke banyak negeri
sebagaimana kebiasaan ulama’-ulama’ lain. Hal ini disebabkan oleh ayahnya yang
melarang az-Zahabi melakukan rihlah, karena khawatir atas keselamatannya.
Karena az-Zahabi merupakan anak yang patuh kepada perintah orang tuanya, maka
beliau menuruti perintah bapaknya. Maka, tidak heran beliau hanya melakukan
rihlah ke tiga Negara, yakni Syam, Mesir, dan Hijaz ketika musim haji.
Di Syam, az-Zahabi belajar al-Qur’an kepada
al-Muwaffaq an-Nasibi pada tahun 695 H
di Baklabakka. Selain itu, az-Zahabi mendengar dari ahli hadits yang juga
sastrawan Abi Muhammad al-Maghribi al-Ba’labakki (w. 696 H). di kota Halab,
az-Zahabi mendengar dari Alauddin al-Armani.
Adapun di Mesir, az-Zahabi belajar dari Ummi Muhammad
Sayyidah bint Musa ibn Utsman al-Maraniyyah al-Misriyyah (w. 695 H). az-Zahabi
juga berguru kepada Jamaluddin Abil Abbas yang terkenal dengan Ibn adz-Zahiri
(w. 696 H), Abil Ma’ali (w. 701 H), Syeikh Islam Qadhil Qadha ibn Daqiqul ‘Id
(w. 702 H), dan al-Hafids ad-Dimyathi (w. 705 H).
Di Iskandar, az-Zahabi berguru kepada al-Imam
Syarafuddin ibn Shawaf al-Judzami al-Iskandar (w. 705 H) dan Shadruddin Abil
Qasim ad-Dakali yang terkenal dengan Suhnun (w.695 H). az-Zahabi mendengar dari
Tajuddin Abil Hasan ibn Abdul Muhsin al-Hasyimi al-Husaini al-Wasithi al-Ghuraf
pada tahun 704 H, guru Darul Hadits An-Nabihiyah yang terdapat di Iskandariyah.
3.
Wafat
Az-Zahabi wafat di
Tarbah Ummu as-Shalih pada 3 Dzul Qa’dah sebelum separo malam tahun 748 H.
Beliau dimakamkan di Babus Shagir. Sebelum maghrib saat malam kewafatannya,
Syeikh Taqiyuddin as-Subki yakni bapak dari at-Taju as-Subki, hadir mengunjungi
az-Zahabi dan menanyakan keadaannya.
Az-Zahabi
meninggalkan tiga anak yakni pertama, anak perempuannya yang bernama
Amatul Aziz yang mendapat ijazah dari banyak guru, salah satunya Syaikh
al-Mustanshariyah Rasyiruddin Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Baghdadi
(w. 707 H). Kedua, anak laki-lakinya bernama Abu ad-Darda’ Abdullah
lahir tahun 706 H dan wafat Dzulhijjah 754 H. Ketiga, Syihabuddin Abu
Hurairah Abdurrahman lahir pada 715 H dan wafat bulan Rabiul Awal 799 H.
4.
Komentar Ulama’
Ilmuddin al-Barzali
yang dikenal sebagai guru sekaligus teman dekat az-Zahabi berkomentar,
“az-Zahabi merupakan sosok yang memiliki kelebihan, hatinya bening, melakukan
perjalanan untuk menimba ilmu, banyak menulis. Ia mempunyai karangan-karangan
dan ringkasan yang bermanfaat. Ia juga mempunyai pengatahuan mengenai guru-guru
qiraat.”
Al-Hafidz Imaduddin
Ibnu Katsir (w. 774) berkomentar, “Beliau adalah guru besar, sejarawan Islam,
dan gurunya para ahli hadits. Guru-guru serta huffadz banyak yang berguru
kepada beliau.”
Ibnu Hajar
al-Asqalani (w. 852 H) berkata : “Saya membaca tulisan al-Badru al-Nabalsi
dalam masyikhihi : az-Zahabi adalah orang yang tahu betul mengenai rawi-rawi
dan keadaannya, tajam pemahamannya, dan bijaksana.” Bahkan, Ibnu Hajar ketika
minum air zam zam, dia berdoa agar diberi kecerdasan dan hafalan setingkat
dengan az-Zahabi.
5.
Karya-karya Az-Zahabi
Dalam muqaddimah
tahqiq, disebutkan az-Zahabi telah mengarang lebih dari dua ratus karya. Berikut adalah karya-karya beliau :
a.
Dalam
bidang Qira’at
1)
At-Talwihat
fi Ilmil Qira’at
b.
Dalam
bidang hadits
2)
Al-Arba’un
al-Buldaniyah
3)
Ats-Tsalatsuna
al-Buldaniyah
4)
Jalur-jalur
hadits “من كنت مولاه فعلى
مولاه”. Az-Zahabi berkata dalam Tadzkirah
al-Huffadz, “ adapun hadits yang berbunyi من كنت مولاه فله طرق جيدة diriwayatkan dengan jalur infirad.
5)
Al-Kalam
‘ala Hadits al-Thair.
c.
Al-Mustadrak
‘ala Mustadrak al-Hakim. Kitab ini berisi tentang pertentangan Haji Khalifah
terhadap “al-Mustadrak” yang
dikarang oleh Abu Abdillah al-Hakim an-Naisaburi (w.405 H).
d.
Dalam
bidang musthalahul hadits
1)
Kitab
al-Ziyadah al-Mudhtharabah
2)
Thuruqu
Ahadits al-Nuzul
3)
Al-‘Adzbu
al-Salsal fi Al-Hadits al-Musalsal
4)
Maniyatut
Thalib li Aazzil Muthalib
5)
Al-Muwaqqadzah
fi Ilmi Mushtalahil Hadits, dlll ….
B. Studi
Kitab Mizan al-I’tidal fii Naqd al-Rijal
1. Selayang pandang Kitab Mizanul
I’tidal
Judul lengkap Kitab ini adalah Mizanul
I’tidal fii Naqd ar-Rijal, yang lebih dikenal dengan al-Mizan,
buah karya al-Imam al-Hafidzh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad ad-Dzahaby.
Kitab ini merupakan karya masterpiece ad-Dzahaby dalam kajian ilmu
kritik rijal (naqd ar-rijal) dalam studi jarh
atau ta’dil. Upaya inilah yang
mengantarkannya kepada popularitas dalam diskursus kajian ini, hal tersebut
semata-mata merupakan hasil kesungguhan ad-Dzahaby yang ia curahkan sepenuhnya
dalam penyusunan kitab ini.
Kitab ini merupakan
salah satu ensiklopedi terlengkap yang berisi biografi para rijal hadits yang
sedikit banyak memiliki masalah, mulai dari perawi yang benar-benar pendusta
atau pemalsu ( kadzdzab, wadlla’, dsb. ) hingga perawi tsiqah yang
“ bermasalah “, seperti melakukan bid’ah ( tsiqat atsbat alladzina fihim
bid’ah ), dsb. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh ad-Dzahaby sendiri
terkait konten kitab ini yang memuat beberapa kategori perawi yang dicantumkan
di kitab ini. [2] Dalam kitab ini tidak
diuraikan perawi yang maqbul, bahkan
yang dinilai para kritikus dengan mahalluhu as-shidq, laa ba’sa bih,
shalihul hadits, yultab haditsuhu, syaikh,dan sejenisnya yang termasuk
istilah justifikasi ta’dil tingkat paling rendah, karena semuanya masih
menunjukan ketiadaaan dla’if secara mutlak. [3]
Ad-Dzahaby berkata dalam muqaddimahnya : “ mizan
al-I’tidal merupakan suatu ensiklopedia yang menjelaskan tentang kajian
transmisi hadits Nabi dan atsar yang aku susun setelah kitab al-Mughny. Aku
menulis konten kitab ini dengan panjang lebar, di dalamnya terdapat sekian nama
para perawi hadits, sebagai tambahan dari kitab al-Mughny yang mayoritas
dinukil dari kitab al-Hafil [4] sebagai pelengkap kitab al-Kamil
karya Ibnu ‘Addy. ” [5]
2. Motivasi
ad-Dzahaby dalam Menyususn Kitab Mizan
al-I’tidal
Berdasarkan fenomena yang terjadi di kalangan pakar jarh-ta’dil,
yaitu apresiasi yang sangat positif yang mereka berikan kepada kitab al-Kamil
fi Dlu’afa al-Rijal karya Ibnu ‘Addy, ad-Dzahaby kemudian berusaha
keras untuk menyelami lebih dalam kajian ilmu ini. Ia melakukan pengembaraan
akademis demi memperdalam kajian ini. Dengan demikian, dalam kitabnya ia
mencantumkan setiap orang yang diperbincangkan dalam masalah tersebut ( jarh-ta’dil).
Namun kendati demikian, ia tidak pernah menyinggung seorangpun dari
kalangan sahabat. [6]
3. Metode dan
Sistematika ad-Dzahaby dalam Menyusun Mizan
al-I’tidal
Dalam muqaddimah tahqiq kitab
Mizan al-I’tidal disebutkan bahwa secara konklusif, Ad-Dzahaby
rahimahullah menyusun kitabnya dengan sistematika alfabetis ( tartib
‘ala hurufil al-mu’jam ).
Selanjutnya pengurutan tersebut diterapkan dalam nama-nama ayah perawi,
kemudian setelah itu ia menjelaskan nama-nama kunyah ( julukan ) para
perawi, lalu siapa saja perawi yang populer karena ayahnya, kemudian
menjelaskan silsilah keturunannya, menjelaskan perawi yng namanya masih majhul
dari kalangan laki-laki dan perempuan, lalu menyebutkan nama-nama kunyah peawi
perempuan dan diakhiri dengan perawi tanpa nama namun diidentifikasi dengan
kata walidatu fulaan.
[7]
Secara
umum, Metode dan sistematika kitab Mizanul I’tidal ialah :
A. Menggunakan sistematika mu’jam ( alfabetis) dalam mengurut
para perawi.
Hal
ini dimaksudkan supaya lebih mudah diakses. Sistem alfabetik ini juga digunakan
dalam mengurut nama ayah perawi. Selanjutnya terkadang juga disebutkan kunyah
perawi dan runtutan nasabnya. Tak lupa ia juga menyebutkan beberapa guru perawi
secara ringkas, baru kemudian ia menguraikan kritikannya terkait problem yang
dimiliki si perawi tanpa menjangkau wilayah isnad. Contohnya :
996
[ 1420 ] - أشعث بن براز الهجيمي ( 2 ) عن الحسن و ثابت
ضعفه ابن معين و غيره و قال النسائي متروك الحديث و قال البخاري منكر الحديث
Juga terkadang ia mencantumkan
hadits yang diriwayatkan oleh si perawi, Misalnya :
(
1656 ) ( صح ) بشر بن الوليد الكندي الفقيه سمع عبد الرحمن بن الغسيل ومالك بن أنس
وتفقه بأبي يوسف وروى عنه البغوي وأبو يعلي وحامد بن شعيب وولي قضاء مدينة المنصور
الى سنة ثلاث عشرة ومائتي أخبرنا أحمد بن
اسحاق أخبرنا الفتح بن عبد الله الكاتب أخبرنا هبة الله بن الحسين الكاتب أخبرنا أحمد
بن محمد بن النقور حدثنا عيسى بن علي إملاء أخبرنا أبو القاسم عبد الله بن محمد حدثنا
بشر بن الوليد الكندي حدثنا إبراهيم بن سعد عن الزهري عن أنس أنه أبصر على النبي صلى
الله عليه وسلم خاتم ورق يوما واحدا فصنع الناس خواتيمهم ورأى في يد رجل خاتما فضرب
أصبعه حتى رمى به هذا حديث صالح الإسناد غريب
B. Mencantumkan
rumusan-rumusan tertentu pada setiap perawi yang haditsnya diriwayatkan oleh
salah satu Imam pengarang kutub Sittah [8].
Rumusan-rumusan tersebut adalah :
- (
ع ) kode untuk para perawi yang terdapat dalam al-Kutub
al-sittah
- (عو ) kode untuk para perawi dalam
kitab sunan yang empat.
- (خ ) kode
untuk perawi dalam
Shahih
Bukhari
- (م ) kode untuk
perawi dalam Shahih Muslim
- (د ) kode untuk
perawi dalam Sunan
Abu Dawud
- (ت ) kode untuk
perawi dalam Sunan
al-Turmudzi
- (س ) kode kode untuk
perawi dalam Sunan al-Nasa’i
- (ق ) kode untuk
perawi dalam Sunan
Ibn Majah
Contohnya seperti :
[9]
بِشر
بن آدم) [ د، ت، ق].
Maksudnya hadits yang diriwayatkan oleh Basyar bin Adam dikeluarkan oleh
Abu Daud, Tirmidzy dan Ibnu Majah. Di samping itu juga terdapat
suatu rumus yang berarti seluruh komentar mengarah kepada ke-tsiqahan
perawi : ( صح) yang
dicantumkan di permulaan nama perawi. Seperti : [10]
( 1656
) ( صح ) بشر بن الوليد الكندي الفقيه
C. Seringkali menjustifikasi
kualitas suatu jalur sanad. Contohnya
seperti di atas.
D. Penggunaan kata : “ Majhulun
“ yang seluruhnya merupakan perawi
majhul versi Ibnu Abi Hatim. Adapun kata selainnya seperti fihi Jahalah..
dst, maka ia adalah pendapat ad-Dzahaby sendiri.
E. Hanya memuat himpunan dari
beberapa biografi perawi yang “ bermasalah “, mulai dari perawi yang benar-benar pendusta atau
pemalsu ( kadzdzab, wadlla’, dsb. ) hingga perawi tsiqah yang “
bermasalah “, seperti melakukan bid’ah ( tsiqat atsbat alladzina fihim
bid’ah ), dsb.
F. Tidak dicantumkan biografi
sahabat. Hal ini – sebagaimana diungkapkan ad-Dzahabi sendiri – dikarenakan keagungan dan kemuliaan sahabat
itu sendiri, maka dirasa tidak perlu untuk duraikan dalam kitab ini, karena
letak kedla’ifan berasal dari perawi setelah mereka. [11]
G. tidak diuraikan biografi
satupun biografi para Imam yang dijadikan panutan dalam masalah furu’.
Seperti para imam madzhab ( Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dan dua Imam
hadits (Bukhari-Muslim), dsb. dengan
alasan yang sama dengan sahabat.
H. Struktur
Pembagian Kitab karangan adz-Dzahabi ini terbagi dalam beberapa 8 bagian :
Bagian pertama : membahas
mengenai biografi rawi-rawi laki-laki dan perempuan yang diurutkan berdasarkan
alfabetis (al-manhaj al-mu’jam) dari alif sampai ya :
العدد
|
رقم الرواة
|
الراوي الاول و الاخير
|
الحروف
|
الرقم
|
1122
|
1-1122
|
ابان بن اسحاق - أيوب شامي
|
الالف
|
1
|
215
|
1123-1337
|
باذام أبو صالح - بيان الزنديق
|
الباء
|
2
|
217
|
1138-1354
|
تبيع أبو العدبس - توبة العنبري
|
التاء
|
3
|
57
|
1355-1411
|
ثابت بن أحمد أبو البركات المؤدب - ثهلان بن قبيصة
|
الثاء
|
4
|
184
|
1412-1595
|
جابان - جويبر بن سعيد
|
الجيم
|
5
|
803
|
1596-2398
|
حابس اليماني - حية
بن حابس
|
الحاء
|
6
|
190
|
2399-2588
|
خارجة بن عبد الله بن سليمان - خيران بن العلاء
|
الخاء
|
7
|
110
|
2589-2698
|
دارم – دينار
|
الدال
|
8
|
8
|
2699-2706
|
ذاكر بن موسى بن شيبة العسقلاني - ذيال بن عبيد بن
حنظلة عن جده
|
الذال
|
9
|
113
|
2707-2819
|
راشد بن جندل - ريحان بن يزيد
|
الراء
|
11
|
224
|
2820-3043
|
زاذان أبو عمر - زينب بنت كعب
|
الزاء
|
12
|
610
|
3044-3653
|
سابق بن عبد الله الرقي - السيف الآمدي المتكلم
|
السين
|
13
|
115
|
3654-3768
|
شاذان - شيخ
بن أبي خالد
|
الشين
|
14
|
161
|
3769-3929
|
صاعد بن الحسن الربعي – صهيب
|
الصاد
|
15
|
38
|
3930-3967
|
ضبارة بن عبد الله - ضوء بن ضوء
|
الضاد
|
16
|
73
|
3968-4040
|
طارق بن أبي الحسناء - طيفور بن عيسى أبو يزيد
البسطامي
|
الطاء
|
17
|
8
|
4041-4048
|
ظبيان بن صبيح الضبي - ظليم بن حطيط
|
الظاء
|
18
|
2595
|
4049-6643
|
عاصم بن بهدلة - عيينة بن عبد الرحمن
|
العين
|
19
|
41
|
6644-6684
|
غازي بن جبلة - غيلان بن أبي غيلان
|
الغين
|
20
|
109
|
6685-6793
|
فاتك بن فضالة - الفيض بن وثيق
|
الفاء
|
21
|
138
|
6794-6931
|
قابوس بن أبي ظبيان - قيس بن هبار
|
القاف
|
22
|
60
|
6932-6991
|
كادح بن جعفر - كيسان أبو بكر
|
الكاف
|
23
|
17
|
6992-7009
|
لقمان بن عامر - ليث بن أبي المساور
|
اللام
|
24
|
1980
|
7010-8989
|
مازن العائذي - مينا بن أبي مينا
|
الميم
|
25
|
166
|
8990-9155
|
نابت بن يزيد شامي - نوفل بن عبد الملك
|
النون
|
26
|
172
|
9156-9327
|
هارون بن أحمد - هيصم بن الشداخ
|
الهاء
|
27
|
118
|
9328-9445
|
الوازع بن نافع العقيلي الجزري – وهب
|
الواو
|
28
|
3
|
9446-9448
|
لاحق بن الحسين المقدسي - لاهز أبو عمرو التيمي
|
اللام الف
|
29
|
486
|
9449-9934
|
ياسر - يونس الكذوب
|
الياء
|
30
|
Dari tabel di
atas, kita bisa melihat bahwa rawi-rawi yang terdapat pada bagian pertama ini
tidaklah sedikit, bahkan jika jumlahkan, total semuanya mencapai 9934 rawi dari
huruf alif sampai ya’.
Contoh :
19 [ 31 ] - ابان بن الوليد بن هشام المعيطي ( 6 ) عن
الزهري قال أبو حاتم مجهول
Bagian kedua : membahas tentang kunyah-kunyah
yang di awali dengan kunyah lafadz أبو.
Pada bagian kedua, az-Zahabi memulai dengan mencantumkan rawi yang bernama Abu
Ibrahim (no. 9935) dan mengakhiri dengan perawi Abu Yunus (no.10762). seluruh perawi
pada bagian kedua ini sebanyak 828 rawi.
Contoh
:
10760 ( . . . ) أبو يوسف المديني عن هشام بن
عروة قال ابن معين ليس بثقة
Bagian ketiga : membahas
rawi-rawi yang populer dengan ayahnya. Adz-Dzahabi mengawalinya dengan (ابن).
Rawi Ibnu A’bud (no.10763) adalah rawi pertama yang tercantum dalam bagian
ketiga ini, selanjutnya Ibnu Muhammad ibn Muslimah (no.10865) adalah rawi terakhirnya. Jumlah keseluruhan rawi pada bagian
ketiga ini sebanyak 103.
Contoh
:
10830 ( . . . ) ابن غيلان عن عبد الله بن
مسعود في الوضوء بالنبيذ قال أبو رزعة مجهول
Bagian keempat : membahas mengenai nasab (hubungan pertalian keluarga). Az-Zahabi
mengawalinya dengan Iskaf Sa’ad ibn Dzarif (no.10866) sampai al-Waqhasi Utsman
ibn Abdurrahman (no. 10920). Jumlah
keseluruhan rawi pada bagian keempat ini sebanyak 55 rawi.
Contoh :
10920 ( 5883 ت ) الوقاصي عثمان بن عبد الرحمن
السعدي
Bagian kelima : membahas
nama-nama rawi yang majhul. Diawali dengan rawi yang bernama
Ibrahim ibn Abi Asid (no. 10921) dan diakhiri dengan rawi Abu Bakr ibn Abi
Syaibah (no. 10939). Jumlah keseluruhan rawi pada bagian
kelima ini sebanyak 19 rawi.
Contoh :
10925 ( . . . ) إسماعيل ( د ت ) بن أميه عن
أبي أبيه عن أبي هريرة قيل هو أبو اليسع ولا يعرف
Bagian keenam : membahas
rawi-rawi perempuan yang majhul. Diawali dengan rawi perempuan yang bernama
Asma’ bint Said (no.10940), dan diakhiri dengan Hunaidah (no.11011). jumlah
keseluruhan rawi pada bagian keenam ini sebanyak 72 rawi.
Contoh :
10941( 5888 ت ) أسماء بنت عابس عن أبيها لا
تعرف روى عنها الحسن بن الحكم النخعي
Bagian ketujuh : membahas
tentang nama-nama kunyah dari rawi-rawi perempuan. Di bagian ketujuh, az-Zahabi
memulainya dengan rawi yang bernama Ummu Aban bint al-Wazi’ (no. 11012), dan
dibagian akhir menyebut rawi Ummu Yunus bint Syaddad (no.11045). Rawi yang terdapat dibagian ketujuh ini sebanyak 34 rawi.
Contoh :
11030 ( 5977 ت ) أم سعيد بنت مرة الفهرية عن
أبيها لا تعرف وعنها أنيسة
Bagian kedelapan : membahas orang
yang tidak disebutkan namanya dan adz-Dzahabi mengawalinya dengan lafadz والددة.
Az-Zahabi mengawalinya dengan Walidah Khithab ibn Shalih (no.11046) dan
mengakhiri dengan rawi Walidah Ummu Hakim (no. 11061). Pada bagian kedelapan
jumlah keseluruhan rawi sebanyak 16 rawi.
Contoh :
11046 ( 5989 ت ) والدة خطاب بن صالح ( د ) عن
سلامة وعنها ابنها
I. kategorisasi objek yang
diteliti ke dalam 10 kategori : [12]
1.
Perawi
yang suka berdusta dan pemalsu.
2.
Perawi
yang suka berdusta ; mengaku mendengar suatu hadits padahal sebenarnya tidak ( berpura-pura mendengar ).
3.
Perawi
yang tertuduh dengan pemalsuan atau pendustaan.
4.
Perawi
yang ditinggalkan dan dijatuhkan ( al-matrukun al-halaky) yaitu perawi
yang banyak melakukan kesalahan, hadistnya ditinggalkan dan riwayatnya tidak
dijadikan sandaran.
5.
Perawi
yang “ berdusta “ dalam dialek ( lahjah ) mereka dan tidak berdusta
dalam hadits Nabi.
6.
Perawi
yang berpredikat hafidz yang memiliki kelemah-lembutan dalam spiritual
namun memiliki kelemahan dan kelunakan dalam hal ‘adalah-nya.
7.
Perawi
hadits yang lemah dan tidak sampai derajat al-Hafidz, mereka memiliki
justifikasi negatif berupa wahm (tuduhan negatif) dan ghalath (kesalahan),
namun haditsnya tidak ditinggalkan oleh para Huffadz, mereka menerima
hadits tersebut dalam hal syawahid dan mutabi’ dan tidak
menerimanya ketika terkait masalah ajaran pokok agama ( al-ushul ),
halal dan haram.
8.
Para
guru yang mastur, yaitu mereka yang memiliki kelemahan dan tidak sampai
predikat al-Atsbat dan al-Mutqin.
9.
Orang-orang
yang termasuk kategori majhul berdasarkan versi Abu Hatim al-Razi yang
diacu oleh ad-Dzahaby, dengan ungkapan : majhulun, atau dengan ungkapan
lainnya seperti : Laa yu’rafu, fihi jahalah …
10. Para guru yang tsiqat namun mereka diketahui
melakukan bid’ah atau mereka yang dijustifikasi tsiqat oleh kritikus
yang komentarnya tidak diperhitungkan, disebabkan ia termasuk orang yang
inkonsisten dan menyalahi dengan mayoritas kritikus.
Di bawah ini adalah beberapa
terma jarh-ta’dil menurut kriteria ad-Dzahabi yang diurut secara
hierarkis : [13]
No
|
Ta’dil
|
No
|
Jarh
|
1.
|
ثبت حجة وثبت حافظ وثقة متقن
وثقة ثقة
|
1.
|
دجال كذاب او وضاع يضع
الحديث
|
2.
|
ثقة
|
2.
|
متهم بالكذب ومتفق على تركه
|
3.
|
مقبول
|
3.
|
متروك ليس بثقة وسكتوا عنه
وذاهب الحديث وفيه نظر وهالك
|
4.
|
صدوق
|
4.
|
واه بمرة وليس بشئ وضعيف جدا
وضعفوه ضعيف وواه [ ومنكر الحديث ] ونحو ذلك
|
5.
|
ولا باس به وليس به باس
|
5.
|
يضعف وفيه ضعف وقد ضعف ليس بالقوي
ليس بحجة ليس بذاك يعرف وينكر فيه مقال تكلم فيه لين سيء الحفظ لا يحتج به اختلف
فيه صدوق [ لكنه ] مبتدع ونحو ذلك
|
6.
|
محله الصدق وجيد الحديث وصالح
الحديث وشيخ وسط وشيخ حسن الحديث وصدوق ان شاء الله وصويلح ونحو ذلك
|
|
|
4. Moderatisme
ad-Dzahaby Dalam Mizan al-I’tidal
Secara ideologis, dapat diketahui bahwa Ad-Dzahabi
adalah seorang yang moderat ( al-Washity ). Hal ini bisa terlacak dari kitab karangannya
tentang orang-orang yang dijadikan acuan dalam jarh-ta’dil ( fii man
yu’tamadu qauluhu fil jarh wa ta’dil ). Ia
membagi para kritikus dalam kedalam tiga kategori : pertama, berdasarkan
inkonsistensi perawi ( ta’annut ), kedua, berdasarkan
keserampangan perawi ( tasaahul ) . ketiga, berdasaran
moderatisme perawi (I’tidaal). [14]
Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa ad-dzahaby merupakan seorang kritikus yang
cermat dan penuh pertimbangan terhadap mereka yang inkonsisten, serampangan dan
yang moderat. Maka ada dugaat kuat – bahkan memang merupakan konsensus para
Ulama Rijal – bahwa ad-Dzahaby merupakan seorang kritikus yang moderat yang
menghindari ekstrimisme. Ad-Dzahabi sendiri mencantumkan rumus-rumus
jarh-ta’dil secara hierarkis mulai dari tingkat tertinggi sampai terendah
kemudian menjelaskan aplikasinya dalam kritik rijal. Moderatisme
ad-Dzahaby dapat dilacak – misalnya – dari uraian biografi Abanu bin Taghlib
al-Kuufy : [15]
ابان بن تغلب [ م عو ] الكوفي شيعي جلد لكنه صدوق فلنا
صدقه وعليه بدعته وقد وثقه أحمد بن حنبل ويحيى
بن معين وابو حاتم واورده ابن عدي وقال كان غاليا في التشيع وقال السعدي زائغ مجاهر فلقائل ان يقول كيف ساغ
توثيق مبتدع وحد الثقة العدالة والاتقان فكيف يكون عدلا من هو صاحب بدعة وجوابه ان
البدعة على ضربين فبدعة صغرى كغلو التشيع او كالتشيع بلا غلو ولا تحرف فهذا كثير في
التابعين وتابعيهم مع الدين والورع والصدق فلو رد حديث هؤلاء لذهب جملة من الاثار النبوية
وهذه مفسدة بينة ثم بدعة كبرى كالرفض الكامل
والغلو فيه والحط على أبي بكر وعمر - رضي الله عنهما - والدعاء الى ذلك فهذا النوع
لا يحتج بهم ولا كرامة وايضا فما استحضر الان في هذا الضرب رجلا صادقا ولا مامونا بل
الكذب شعارهم والتقية والنفاق دثارهم فكيف يقبل نقل من هذا حاله حاشا وكلا فالشيعي
الغالي في زمان السلف وعرفهم هو من تكلم في عثمان والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن
حارب عليا - رضي الله عنه وتعرض لسبهم
والغالي في زماننا وعرفنا هو الذى يكفر هؤلاء السادة ويتبرأ من الشيخين ايضا فهذا ضال معثر [ ولم يكن ابان بن تغلب يعرض للشيخين اصلا
بل قد يعتقد عليا افضل منهما
Di sini dapat terlihat bagaimana moderatisme ad-Dzahaby yang mengkritik mainstream
yang ada pada saat itu. Sebenarnya ia menyadari bahwa komentar yang
dicetuskannya memang bersebrangan dengan mainstream yang ada tentang bid’ahnya
perawi syi’ah. Oleh karenanya, ia melakukan pembelaan dengan menklarifikasi
konsep bid’ah dalah diskursus kritik rijal hadits.
5. Selektivitas
ad-Dzahaby Dalam Menyusun Mizan al-I’tidal
Ad-Dzahaby
tidak begitu saja menerima komentar-komentar para ulama terdahulu tanpa
klarifikasi dan di re-check ulang. Bahkan, ia tidak segan-segan
mengkritik dan memberikan verifikasi terkait beberapa komentar yang menurutnya
tidak benar setelah dilakukan penelusuran. Hal ini sebagaimana kritik
ad-Dzahaby terkait komentar Abu Ya’qub al-Fasawi kepada Zaid bin Wahb al-Juhny,
salah seorang perawi tabi’n yang di-tsiqah-kan oleh jumhur ulama kecuali
oleh al-Fasawi : [16]
فهذا الذي استنكره الفسوي من حديثه ما سبق إليه ولو فتحنا هذه الوساوس
علينا لرددنا كثيرا من السنن الثابتة بالوهم الفاسد
Kritik
ad-Dzahaby tidak terhenti pada komentar-komentar para kritikus, namun
lebih dari itu, ia juga secara leluasa
mengkritik beberapa kitab-kitab yang menjadi sumbernya dalam menyusun karyanya
ini. Misalnya ia mengkritik kitab ad-Dlu’afa karya Ibnu Jauzy terkait
komentarnya yang – menurut ad-Dzahaby – tidak disertai bukti-bukti yang mamadai
terkait biografi Aban bin Yazid al-‘Athhar : [17]
وقد اورده ايضا العلامة أبو الفرج بن الجوزي في الضعفاء ولم يذكر فيه
اقوال من وثقة وهذا من عيوب كتابه يسرد الجرح ويسكت عن التوثيق
Namun
sebagai akademisi yang menjunjung tinggi objektivitas, di samping mengkritik
beberapa kekurangan yang terdapat dalam suatu kitab, ia juga mengapresiasi beberapa
kitab dengan memberikan pujian. Misalnya sanjungan ad-Dzahaby kepada kitab karya
al-‘Aqily :
وله مصنف مفيد في معرفة الضعفاء
“
al-‘Aqily memiliki suatu karya yang berfaidah dalam pengetahuan perawi-perawi
yang dla’if ” [18]
6.
Sumber-Sumber Rujukan Ad-Dzahabi
Dalam menyusun kitab Mizanul I’tidal, ad-Dzahabi
merujuk kepada beberapa kitab karya ulama-ulama yang memiliki kapabilitas dalam
bidang ilmu ini, sebagaimana yang ia sebutkan dalam muqaddimah kitabnya seperti
: [19]
1. Yahya bin
Sa’id al-Qhattan w. 198 H
2. Yahya bin
Ma’in w. 233 H
3. ‘Ali bin
al-Madiny w. 234 H
4. Ahmad bin
Hanbal w. 241 H
5. Abu
Khaitsamah w. 234 H
6. Abu Zur’ah
al-Razi w. 263 H
7. Abu Hatim
al-razi w. 277
8. Al-bukhari
w. 256 H.
9. An-Nasa’i
10. Ibn
Khuzaimah
11. Ad-Daulaby
12. Al-‘Aqily
13. Ibn Hibban
14. Al-Hakim,
dsb.
Diantara kitab yang
merupakan sumber utama ad-Dzahabi ialah : al-Kamil karya Ibnu ‘Addy yang
diklaim ad-dzahaby sebagai kitab paling paripurna terkait studi perawi-perawi
yang dlaif [20], ad-dlu’afa karya al-‘Aqily, ad-Dlu’afa
karya al-hakim an-naisabury, al-Jarh wa ta’dil karya Ibn Abi Hatim, dsb.
7. Apresiasi
Para Ulama Terhadap Kitab Mizan al-I’tidal
Sebagai salah satu kitab masterpiece dalam
kajian kritik Rijal hadits, tidak heran jika para Ulama memberikan apresiasi kepada kitab ini. Hal ini diwujudkan misalnya
dengan “ me-recycle “ kitab tersebut dalam bentuk mukhtashar, ta’liq,
tadzyil, talkhis, istidrak, dsb. yang merupakan karya apresiatif baik
berupa ringkasan, kritikan, catatan tambahan, dsb Diantaranya :
1. Tahrir al-Mizan dan Lisan al-Mizan, karya
Ibnu Hajar al-‘Asqalany.
2. Zawa’id al-Lisan ‘ala al-Mizan, as-Suyuthy.
3. Naqd an-nuqshan fii Mi’yar al-Mizan, karya
Burhanuddin bin Muhammad al-Halaby.
4. Tadzyil karya al-Hafidz al-‘Iraqy, dll.
Namun perlu diingat,
sebagai suatu korpus terbuka, wacana yang dikembangkan ad-Dzahaby dalam
kitabnya ini juga tidak lepas dari kritikan. Salah satu hal yang mendapat
kritikan dalam wacana kitab ini ialah terkait metode ad-Dzahaby yang sengaja
tidak mencantumkan sahabat dan adanya ditemukannya . Dalam edisi kitab Mizanul
I’tidal yang ditahqiq oleh tiga orang Ulama, Syekh ‘Aly al-Mu’awwadl, Syekh
‘Adil Ahmad dan al-Uztadz Dr. ‘Abdul Fattah, dijelaskan tentang kritik mereka
yang menguji konsistensi metode ad-Dzahabi.
Dalam Miaznul I’tidal terdapat seorang perawi yang bernama Midlaj bin ‘Amr
as-Sulamy yang menurut beliau tidak diketahui identitasnya : [21]
مدلاج
بن عمرو السلمي عن الرماني ويقال الزماري لا يدرى من هو مرثد مرجى
Padahal sebenarnya ia adalah seorang sahabat yang ikut perang badar yang
wafat pada tahun 50 H. Semua kitab rijal lainnya mengidentifikasi Midlaj
sebagai sebagai sahabat.
Sebagaimana
terdapat dalam beberapa kitab rijal seperti : Usdul Ghabah 1 / 999, al-A’lam
7 / 197, al-Isti’ab 1 / 462, as-Tsiqat Ibnu Hibban 3 / 405, at-Thabaqat
al-Kubra 3 / 98, dsb. Hal ini juga disinggung Ibnu Hajar dalam Lisanul
Mizan 6 / 12.
Bahkan anehnya ad-Dzahaby
sendiri dalam kitab Tajrid Asma as-Shahabat, Juz. 2, halaman 66 mengidentifikasinya
sebagai sahabat :
مدلج بن عمرو السلمي ويقال : مدلاج من حلفاء بني عبد شمس
توفي سنة 50 ترجم له ابن منده و ابو نعيم و ابن عبد البر
Hal yang sama juga terjadi dalam identifikasi perawi
bernama Sawwar bin ‘Umar :
سوار بن عمر لا يدرى من هو قال البخاري لم يصح حديثه وهو مرسل
ذكره ابن عدي
Uraian lebih lanjut bisa
diteliti dalam Lisanul Mizan 3 / 127.
End Notes :
[1]
Jalaludin Rakhmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqih, (Mizan, Bandung,2002)
hal 234.
[2] . Ad-Dzahaby, Mizan al-I’tidal fii
Naqd al-Rijal, (Beirut: Darul
Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), Juz 1, hlm. 113
[3] .
Mizanul I’tidal, Juz. 1, hlm. 114
[4] . al-Hafil
fi Takmilah al-Kamil, karya Syeikh Abi al-Abbas / Ibnu Rumiyah yang wafat
pada th. 628 H.
[6] . as-Sabiq dan Muqaddimah Lisan
al-Mizan karya Ibnu Hajar dan Syamsuddin as-Sakhawi : al-I’lan hlm.
586.
[7] . Mizanul
I’tidal ; muqaddimah muhaqqiq, Juz. 1, hlm. 86
[8] .
Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Tirmidzy, dan ibnu Majah.
[9] . Mizanul
I’tidal, Juz. 1, hlm. 313
[10] . Mizanul
I’tidal , Juz. 2, hlm. 40
[11] . Mizanul
I’tidal ; muqaddimah mushannif, Juz. 1, hlm. 113
[12] . Mizanul
I’tidal ; muqaddimah muhaqqiq, Juz. 1, hlm. 87, Selengkapnya lihat
muqaddimah mushannif, hlm. 113
[13] . Mizanul
I’tidal ; muqaddimah mushannif, Juz. 1, hlm. 114
[14] .
Ad-Dzahaby, Dzikru man yu’tamadu
qauluhu fil jarh wa ta’dil .
[15] . Mizan
al-I’tidal , Juz. 1, hlm. 118.
[16] . Mizan al-I’tidal, Juz. 3,
hl. 158
[17] . Mizan al-I’tidal, Juz. 1,
hlm. 131
[18] . Mizanul
I’tidal, Juz. 1, hlm. 112
[19] . Mizanul
I’tidal, Juz. 1, hlm. 110-112
[20] . Mizanul
I’tidal, Juz. 1, hlm. 112
[21] . Mizanul
I’tidal, Juz. 6, hlm. 393
2 comments
I hardly drop comments, however i did some searching
and wound up here "Studi Kitab Mizanul I'tidal". And I actually do have a couple of questions for you
if you do not mind. Could it be only me or does it seem
like a few of these comments appear as if they are written
by brain dead individuals? :-P And, if you are writing at additional online
sites, I would like to keep up with everything new you have to post.
Would you list of all of all your community sites like your
linkedin profile, Facebook page or twitter feed?
Feel free to visit my web-site: Hairstyles
Posted on 23 Maret 2013 pukul 04.23
sorry for late (and for my english :))...
Actually, "Studi Kitab Mizanul I'tidal" is my group-task research for the coursework,i did it together with my friends ..
If you wanna share something, find me here:
http://www.facebook.com/asepnahrul
I don't have any writing in other site ...
and this is one of my recomended site :
http://www.sunnah.org.sa/sunnah-sciences/modern-methods/918-2010-09-21-14-11-18
pleasure to give some share ... !
Posted on 31 Maret 2013 pukul 01.28
Posting Komentar