Refleksi Ramadhan

Posted by By Truth Seekers On 18.45

            Sejak bulan Rajab dan Sya’ban, kaum muslimin mulai disibukkan dengan berbagai kegiatan syi’ar Islam. Mulai dari tradisi peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw. yang biasanya dilaksanakan berdasarkan tradisi lokal. Tradisi Islam nusantara seperti rejaban, deba’an, ma’barzanji, dsb. mewarnai semarak syi’ar Islam tanah air. Menjelang akhir bulan Sya’ban, umat muslim seluruh dunia patut bergembira. Berbagai even yang warna warni mulai dari silaturahmi keluarga, ziarah makam keluarga, konvoi, pawai keliling, pawai obor, dan even lainnya yang sedemikian rupa menghiasi akhir bulan Sya’ban. Hal ini semata-mata dilaksanakan dalam rangka satu hal: menyambut bulan suci Ramadhan.    
  
Sekali setiap tahun, umat muslim di seluruh dunia menjalankan suatu ibadah yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa ibadah yang satu ini memang merupakan ibadah paling kompleks dan unik diantara jenis ibadah lainnya. Betapa tidak, selain waktunya yang hanya sekali setiap tahun, ibadah ini memiliki beberapa karakter yang merepresentasikan dirinya sebagai ibadah yang multidimensional. Ibadah itu adalah Puasa Ramadhan, rukun Islam keempat yang memiliki keunikan tersendiri. Ibadah puasa memiliki nilai eksklusivitas ketika ia dinisbatkan secara langsung kepada Allah dalam hal pahalanya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits qudsy :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Rasulullah saw. bersabda : “setiap amal baik anak adam (manusia) akan dilipat gandakan sebanyak sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, Allah SWT. berfirman: ‘kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untukku dan aku yang akan membalasnya’ “.  ( Sahih Muslim no. 1945 )

            Lantas apakah yang membuat ibadah yang satu ini begitu unik sehingga pahala (reward) ibadah ini tidak konvensional sebagaimana ibadah lainnya ?. Apakah signifikansi dari bulan suci yang penuh berkah ini ?

Arti Penting Puasa Ramadhan
           
            Ketika membincang bulan Ramadhan, tentunya kita juga harus berbicara ibadah puasa ( shaum ). Keduanya merupakan dua hal yang komplementer dan tak bisa dipisahkan. Secara leksikal, kata  Ramadhan merupakan bentuk mashdar dari kata ramadla-yarmudlu, yang makna dasarnya adalah “panas yang membakar” [1]. Selanjutnya  makna tersebut digunakan secara konotatif sebagai bulan yang penuh dengan berkah dan pengampunan yang membakar dosa-dosa. Sedangkan kata shaum atau shiyaam berasal dari kata shaama-yashumu, yang berarti al-Imsak, “menahan”.[2]

            Diantara keduabelas bulan, Ramadhan merupakan bulan yang paling unik dan eksklusif. Banyak hadits yang menjelaskan beberapa fadilah bulan Ramadhan, misalnya :

إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

Ketika bulan ramadhan tiba, maka  pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu neraka akan dikunci, dan setan-setan akan dibelengu.  (Sahih Bukhari 1766)

Secara konklusif dapat dikatakan bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa yang penuh dengan “bonus” pahala. Pintu langit yang dibuka lebar dan pintu neraka yang dikunci rapat merupakan simbol akan keagungan bulan yang satu ini. Ia merupakan bulan rahmat, pengampunan dan keberkahan, di mana pahala kebajikan akan dilipat gandakan dan segala atmosfir negatif diredamkan. Farid Esack, seorang cendikiawan muslim dari Afrika Selatan mengidentifikasi Ramadhan sebagai suatu moment dimana “perahu-perahu aman ada di pelabuhan”.[3] Dalam artian, ketika itu seluruh umat muslim berada dalam keadaan yang penuh akan keberkahan dengan melabuhkan seluruh potensi negatif dan fokus dengan mengumpulkan amal kebajikan untuk bekal pelayaran selanjutnya.    

Bulan Ramadhan juga memiliki trademark tersendiri, yaitu bulan diturunkannya Al-Qur’an. Dalam mengisi bulan yang amat istimewa ini, Allah SWT. memerintahkan kaum muslimin untuk menjalankan ibadah puasa, hal ini sebagaimana tertera dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.

Lantas, mengapa ibadah puasa dipilih sebagai kewajiban dalam mengisi bulan Ramadhan yang istimewa itu ?. Hal ini disebabkan ibadah yang satu ini memiliki karakter yang benar-benar multidimensional yang secara umum bermuara pada satu tujuan yang merupakan arti penting ibadah puasa itu sendiri, yaitu bertakwa kepada Allah SWT., sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Baqarah : 183 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,

Di sini kita akan sedikit membincang seputar percikan hikmah ibadah puasa Ramadhan yang akan mengantarkan kita menuju pintu gerbang realitas ketakwaan, suatu kedudukan mulia yang harus dicapai oleh seorang hamba di hadapan sang Penciptanya.

Menyibak Tirai Hikmah Puasa Ramadhan

Bulan Edukasi dan Evaluasi

            Sesuai dengan makna dasarnya, al-Imsak yang  berarti menahan, sejatinya dalam ibadah puasa ini terkandung suatu esensi yang edukatif, yaitu pengendalian diri (self controlling). Prosesi ibadah puasa dengan menahan diri dari makan dan minum dan segala hal lainnya yang membatalakan puasa sejak terbit matahari hingga terbenam, memberikan proses edukasi yang gradual kepada umat Islam.

            Pertama, puasa mendidik umat Islam untuk bisa mengendalikan diri dari nafsu material, yakni makan, minum dan aktivitas seksual. Selama proses al-Imsak itu, puasa juga memberikan ruang bagi umat Islam untuk meningkatkan intensitas ibadah mereka. Akan tetapi dalam ibadah puasa Ramadhan ini, terdapat satu hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar aktifitas lahiriah. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya :
 رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
“Tidak sedikit orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa selain hanya rasa lapar saja” (Sunan Ibn Majah no. 1680)

            . Siapakah yang dimaksud Rasulullah dengan orang yang tidak mendapatkan apa-apa selain rasa lapar semata ?, Rasulullah saw. bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka Allah tidak butuh orang itu untuk meninggalkan makan dan minumnya” (Sahih Bukhari no. 1770)

Dengan demikian, sejatinya misi utama ibadah puasa adalah pembinaan jasmani dan rohani. Bagaimana agar kita terbiasa mengontrol hati, ucapan dan perbuatan untuk mencapai suatu harmonisasi yang mencerminkan insan yang beriman dan bertakwa. Bulan ini merupakan moment di mana seluruh aktifitas umat Islam harus dihiasi dengan berbagai amal kebajikan, dan suatu ajang yang mengajari umat Islam untuk terbiasa membenci kebencian dan menjauhi kejahatan. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“ ... dan jika salah seorang diantara kamu sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata keji dan bertengkar, jika ada orang lain yang mencaci atau mengajaknya bertengkar, katakanlah : ‘aku sedang berpuasa’... “
(Sahih Bukhari 1771)

Selain bulan edukasi, Ramadhan juga merupakan bulan evaluasi keimanan seorang muslim di dunia nyata. Ibadah puasa memiliki kekhasan tersendiri yang menjadikannya sebagai bahan evaluasi keimanan umat Islam. Hal ini juga yang menjadikan pahala puasa menjadi sangat privat antara Allah dan orang yang berpuasa itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsy di atas. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali memberikan penjelasan logis terkait evaluasi keimanan dalam ibadah puasa. Menurut beliau, hakikat ibadah puasa adalah menahan (Kaff) dan meninggalkan sesuatu (Tark) yang pada dasarnya bersifat rahasia (privat) yang tidak bisa disaksikan. Berbeda halnya dengan amal keta’atan lainnya yang bisa disaksikan oleh sesama makhluk, yang benar-benar bisa menyaksikan ibadah puasa hanyalah Allah SWT.[4]  

Keimanan seorang muslim yang pada dasarnya adalah komitmen komprehensif terhadap apa yang diyakininya akan diuji di bulan Ramadhan. Jika keimanannya kuat, maka ia akan senantiasa melaksanakan amaliyah ibadah puasa dengan penuh ketulusan hati dan kesadaran bahwa Allah akan senantiasa mengawasi gerak langkahnya. Oleh karena itu, pahala ibadah puasa juga bersifat privat, entah sepuluh, dua puluh atau tujuh ratus kali lipat, yang tahu hanya Allah semata. Bagi mereka yang lulus evaluasi keimanan di bulan Ramadhan, Allah akan menjanjikan pengampunan dosa, sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang menunaikan shalat pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (sahih Muslim no. 1266)

Misi Revolusioner Ramadhan : Dari Intensitas Ritual Menuju Intensitas Sosial

            Tak dipungkiri lagi bahwa bulan Ramadhan merupakan klinik spiritual umat Islam. Aktivitas rohani berupa ibadah ritual dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya memberi kita banyak “bonus”. Di siang hari, ritual al-Imsak /  menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak matahari terbit sampai terbenam sepenuhnya merupakan bentuk ibadah. Memasuki malam hari, berbagai ritual lain seperti shalat tarawih, tadarus, dsb. kian menambah kebugaran spiritual kita. Apa hikmah terselubung dibalik klinik rohani yang kaya akan bonus ritual-spiritual itu ?.

            Dalam perspektif historis, bulan Ramadhan merupakan masa di mana Rasulullah saw. berdiam diri secara rutin di pegunungan Makkah untuk meminta perlindungan dari kejahatan dan ketidakadilan sosial masyarakat Arab waktu itu. Di Gua Hira, beliau menerima wahyu pertamanya. Dengan latar seperti ini, misi penting ramadhan terungkap, yaitu misi sosial.

            Mari kita berefleksi sejenak, mengapa Allah mewajibkan suatu ibadah yang di dalamnya diisi dengan menahan diri dari makan dan minum ?. Di samping memiliki nilai edukatif terkait pengendalian diri, kedisiplinan dan kesabaran, ibadah semacam ini juga memberi kita suatu kesadaran sosial terhadap fenomena di sekeliling kita. Dengan ritual menahan lapar dan haus, sejatinya Allah mengajari kita untuk lebih peka sosial, bahwa masih banyak saudara kita yang  hari-harinya senantiasa dihantui dengan rasa lapar dan haus semacam itu. Dalam hal ini Rasulullah telah memberikan teladan bagi kita :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ

“Nabi Muhammad saw. adalah orang yang paling dermawan dalam segala kebaikan dan kedermawanan yang paling beliau tonjolkan adalah saat bulan ramadhan ketika ditemui Jibril ... ”. (Sahih Bukhari no. 1769)

            Selebrasi sosial bulan ramadhan semakin terasa ketika menjelang hari raya. Hari-hari terakhir ramadhan merupakan ajakan bagi setiap orang yang berpuasa untuk ikut ambil bagian dalam sesuatu yang disebut “arti hari raya” bagi orang yang tidak mampu. Dalam hal ini Islam mengakhiri ramadhan dengan penyucian diri sebagai tanda sahnya puasa, yaitu zakat fitrah. Dengan demikian, selebrasi hari kemenangan ditandai dengan selebrasi sosial dalam zakat fitrah. Demikianlah bagaimana Islam menghendaki revolusi ritual menuju kesadaran sosial terkait paktek ibadah puasa. Dengan demikian, ramadhan mengajari kita akan arti penting kehadiran kita di alam fana ini, bukan hanya memperjuangkan diri sendiri, namun kita juga ada untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.

Ramadhan : Bulan Metamorfosis Amal Perbuatan

Walhasil, dengan bebagai karakternya yang multidimensional, mulai dari dimensi ritual, sosial hingga misi edukatif, ramadhan hendaknya dipandang sebagai bulan muhasabah. Dalam hal ini, ramadhan dijadikan sebagai ajang untuk melakukan metamorfosis amal perbuatan. Hal ini diwujudkan dengan transformasi amal perbuatan menuju arah yang lebih baik.

Layaknya ulat bulu, meskipun pada awalnya ia merugikan manusia dengan bulu-bulu di tubuhnya, namun pada saatnya ia akan “berpuasa” dengan menjadi kepompong, dan akhirnya ketika saatnya tiba ia akan keluar dari peraduannya sebagai makhluk lain yang merupakan simbol kendahan, yaitu kupu-kupu. Janganlah kita seperti ular, meskipun ia berulang kali berganti kulit, namun tetap saja ia merupakan binatang yang merugikan manusia.

Kesimpulan

            Refleksi yang mendalam tehadap arti penting ibadah puasa ramadhan membawa kita kepada suatu kesimpulan bahwa ibadah puasa sama sekali berbeda dengan melaparkan diri. Ketika berat badan seseorang turun karena puasa, hal itu tidak jauh berbeda dengan diet yang biasa dilakukan oleh orang yang menginginkan berat badannya berkurang. Namun di balik itu, terdapat nilai-nilai lainnya yang terselubung dalam ibadah puasa ramadhan. Karakter edukatif ramadhan yang dihiasi dengan intensitas ritual dalam “klinik rohani” dan diakhiri dengan selabrasi sosial di hari kemenangan, sejatinya merupakan bekal bagi kita untuk bermetamorfosis menuju arah lebih baik.

End Notes :
[1] . Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah,  2 : 440,  CD Maktabah Syamilah
[2] . Mu’jam Maqayis al-Lughah , 3 : 323, CD Maktabah Syamilah
[3] . Farid Essack, On Being A Muslim ( Yogyakarta: IRCiSoD, 1999, terj. Nuril Hidayah ), hlm. 56
[4] . Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, (al-Haramain, tanpa tahun), jld. 1. hlm. 232.

0 comments

Posting Komentar