Korupsi pada masa Nabi
Penyakit
Korupsi sendiri telah muncul sejak Nabi saw. Secara umum, korupsi masa Nabi
terbagi dua bagian : korupsi ghanimah dan non-ghanimah. Beberapa
contoh kasus korupsi pada zaman Rasulullah saw. misalnya :
1.
Kasus Korupsi Beludru Merah
Sunan
Abu Daud no. 3457 :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا خُصَيْفٌ حَدَّثَنَا مِقْسَمٌ
مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا نَزَلَتْ هَذِهِ
الْآيَةُ
{ وَمَا كَانَ
لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ } فِي قَطِيفَةٍ حَمْرَاءَ فُقِدَتْ
يَوْمَ بَدْرٍ فَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ لَعَلَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَخَذَهَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ{ وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ
يَغُلَّ }إِلَى آخِرِ الْآيَةِ
Qutaybah
bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abdul wahid bin Ziyad telah
menceritakan kepada kami, Khushaif telah menceritakan kepada kami, Miqsam
(budak yang dimerdekakan ibn Abbas) telah menceritakan kepada kami, ia berkata:
Ibnu Abbas berkata: Ayat ini ( maa kaana linabiyyin an Yaghulla ) diturunkan
turun mengenai kasus beludru merah yang hilang ketika perang badar. Sebagian
orang mengatakan: barangkali Rasulullah saw. mengambilnya, maka Allah menurunkan ayat ini ( maa kaana
linabiyyin an yaghulla … ) sampai akhir ayat.
2. Kasus Korupsi Ghanimah (Harta Rampasan Perang)
Sahih
Bukhari no. 2845
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ
اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَمْرٍو عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كَانَ عَلَى ثَقَلِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ كِرْكِرَةُ فَمَاتَ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ فِي النَّارِ فَذَهَبُوا يَنْظُرُونَ
إِلَيْهِ فَوَجَدُوا عَبَاءَةً قَدْ غَلَّهَا قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ
ابْنُ سَلَامٍ كَرْكَرَةُ يَعْنِي بِفَتْحِ الْكَافِ وَهُوَ مَضْبُوطٌ كَذَا
Aly bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, Sufyan telah
menceritakan kepada kami, dari ‘Amr dari Salim bin Abi al-Ja’d dari Abdullah
bin ‘Amr ia berkata: Pada rombungan Rasulullah saw. terdapat seorang laki-laki
yang bernama Karkarahyang mati di medan perang. Rasulullah saw bersabda: ia
masuk neraka. Para sahabat bergegas pergi melihatnya, kemudian mereka mendapati
mantel yang ia curi dari ampasan perang.
3. Kasus Korupsi Manik-Manik
Sunan
Ibnu Majah no. 2838
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ
أَنْبَأَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنْ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ
قَالَ
تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنْ أَشْجَعَ بِخَيْبَرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ فَأَنْكَرَ النَّاسُ ذَلِكَ
وَتَغَيَّرَتْ لَهُ وُجُوهُهُمْ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ قَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ
قَالَ زَيْدٌ فَالْتَمَسُوا فِي مَتَاعِهِ فَإِذَا خَرَزَاتٌ مِنْ خَرَزِ
يَهُودَ مَا تُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ
Muhammad bin Rumh telah menceritakan kepada kami, al-Laits bin Sa’d
telah memberitahukan kepada kami, dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Yahya
bin Hibban dari Abi ‘Amrah dari Zaid bin Khalid al-Juhany ia berkata: seseorang
dari dari Bany Asyja’ meninggal pada waktu penaklukan Khaibar, lalu Rasulullah
saw. bersabda: “ Shalatkanlah kawanm itu. Lalu terheran dan berubahlah wajah
orang-orang karena perkataan tersebut. Tatkala Rasulullah melihathal tersebut,
beliau bersabda: Sesungguhnya kawanmu telah melakukan ghulul dalam perang. Zaid
mengatakan bahwa kemudian para sahabat memeriksa barang-barangnya, lalu
ditemukan manic-manik (mutiara) milik orang Yahudi yang harganya di bawah dua
dirham.
4. Korupsi Berupa Pemberian Hadiah
Sahih Bukhari no. 6464.
اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا
عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ الْلَّتَبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ
قَالَ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ
إِنْ كُنْتَ صَادِقًا ثُمَّ خَطَبَنَا فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ
أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ عَلَى الْعَمَلِ مِمَّا وَلَّانِي
اللَّهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ أُهْدِيَتْ لِي أَفَلَا
جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ حَتَّى تَأْتِيَهُ هَدِيَّتُهُ وَاللَّهِ لَا
يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ إِلَّا لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَأَعْرِفَنَّ أَحَدًا مِنْكُمْ لَقِيَ اللَّهَ يَحْمِلُ بَعِيرًا
لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَهُ
حَتَّى رُئِيَ بَيَاضُ إِبْطِهِ يَقُولُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ بَصْرَ عَيْنِي
وَسَمْعَ أُذُنِي
Rasulullah saw. mengangkat seorang laki-laki bernama Ibn al-‘Atbiyah
untuk menjadi pejabat pemungut zakat di Bani Sulaim. Ketika ia datang menghadap
Nabi untuk melapor, beliau memeriksanya. Ia berkata: ” ini harta zakatmu
(Nabi/negara) dan ini adalah hadiah (untuku). Lalu Rasulullah saw. bersabda:
jika engkau benar, maka apakah jika engkau duduk di rumah ayah atau ibumu,
hadiah itu akan datang kepadamu ? Kemudian Rasulullah berpidato menucapkan
tahmid dan dan memuji Allah, lalu berkata: amma ba’du ; aku mengangkat salah
seorang diantara kamu untuk melakukan suatu tugas yang merupakan bagian dari
apa yang telah dibebankan oleh Allah kepadaku. Lalu orang ini datang dan
berkata: ini harta zakatmu (Nabi/negara) dan ini adalah hadiah yang diberikan
kepadaku. Jika ia memang benar, maka apakah jika ia duduk di rumah ayah atau
ibunya, hadiah itu akan datang kepadanya ?. Demi Allah, begitu seseorang
mengambil sesuatu dari hadiah itu tanpa hak, maka kelak di hari kiamat ia akan
menemui Allah dengan membawa hadiah itu,lalu aku akan mengenali seseoran
diantara kamu ketika menemui Allah itu, ia memikul unta di atas pundaknya
dengan suara melengkik atau sapi yang mengeluh, atau kambing yang mengembek.
Kemudian Rasulullah mengangkat tangannya sehingga terlihat bulu ketiaknya yang
putih seraya berkata: “ Yaa Allah apakah telah ku sampaikan pandangan mataku
dan pendengaran telingaku “.
Hal ini juga diperkuat dengan hadits Nabi lainnya yang menyatakan :
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عِيسَى
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ
Ishaq bin ‘Isa telah menceritakan kepada kam, Isma’il bin ‘Ayyasy telah
menceritakan kepada kami, dari Yahya bn Sa’id dari ‘Urwah bin Zubair dari Abi
Humaid al-Sa’idy bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Hadiah ( yang diterima ) para
pejabat adalah korupsi
Demikianlah
beberapa contoh ragam kasus korupsi pada masa Rasulullah saw. yang secara umum
terbagi dua ragam korupsi, ghanimah, seperti kasus beludru dan manic-manik dan
non-ghanimah, yaitu kasus korupsi pemberian hadiah. Lantas Bagaimanakah tata
cara Nabi menyelesaikan kasus ini ?
Penyelesaian
Rasulullah Terhadap Kasus Korupsi
Dalam beberapa hadits
Nabi, dapat kita temukan bagaimana penanganan langsung Rasulullah terhadap ghulul
yang secara keseluruhan bersifat moralitas dan teologis. Diantaranya adalah :
1. Tertolaknya Sedekah Hasil korupsi
Sahih
Muslim no. 329
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ
مَنْصُورٍ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو كَامِلٍ الْجَحْدَرِيُّ وَاللَّفْظُ
لِسَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ
مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ قَالَدَخَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَلَى ابْنِ عَامِرٍ
يَعُودُهُ وَهُوَ مَرِيضٌ فَقَالَ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لِي يَا ابْنَ عُمَرَ
قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
Sai’d bin Manshur, Qutaibah bin Sa’id, dan Abu Kamil al-Jahdary (dengan
redaksi milik Sa’id), mereka berkata: Abu ‘Awwanah telah menceritakan kepada
kami dari Simak bin Harb dari Mus’ab bin Sa’d, ia berkata: Abdullah bin Umar
masuk ke rumah Ibn ‘Amir untuk menjenguknya karena sedang sakit. Ibn ‘Amir
berkata: mengapa engkau tidak berdo’a kepada Allah untuk kesembuhanku, hai Ibn
Umar ?, Ibn Umar lalu berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: “ shalat tanpa bersuci tidak akan diterima dan begitu juga
shadaqah dari hasil ghulul (korupsi ).
2. Korupsi Menghalangi Masuk Surga
Sunan Tirmidzy no. 1497
حَدَّثَنِي قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ عَنْ
ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ
وَالدَّيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
Qutaybah bin Sa’id telah menceritakan kepadaku, Abu ‘Awwanah telah
menceritakan kepadaku, dari Qatadah dari Salim bin Abi al-Ja’d dari Tsauban ia
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan
terbebas dari tiga hal ; dosa besar, korupsi, dan hutang, maka ia akan masuk
surga.
3. Melindungi koruptor sama dengan pelaku korupsi
Sunan Abu Daud no. 2341
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دَاوُدَ
بْنِ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ
بْنُ مُوسَى أَبُو دَاوُدَ قَالَ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ سَمُرَةَ بْنِ
جُنْدُبٍ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِيهِ سُلَيْمَانَ بْنِ سَمُرَةَ
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ أَمَّا بَعْدُ وَكَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ كَتَمَ غَالًّا فَإِنَّهُ
مِثْلُهُ
Muhammad bin Daud bin
Suffyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Hassan telah
menceritakan kepada kami, ia berkata Sulaiman bin Musa Abu Daud telah menceritakan kepada kami, ia berkata
Ja’far bin Sa’d bin Samurah bin Jundab telah menceritakan kepada kami, Khubib
bin Sulaiman telah menceritakan kepadaku dari ayahnya, sulaiman bin Samurah
dari Samurah bin Jundab ia berkata: amma ba’du .. Rasulullah saw. bersabda:
barangsiapa yang menyembunyikan koruptor, maka ia sama dengannya.
4. “ Memukul “ dan Membakar Harta Korupsinya
Sunan Abu Daud no.2340
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْفٍ
قَالَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ أَيُّوبَ قَالَ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ
قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ جَدِّهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ
وَعُمَرَ حَرَّقُوا مَتَاعَ الْغَالِّ
Muhammad bin ‘Auf telah
menceritakan kepada kami, ia berkata Musa bin Ayyub telah menceritakan kepada
kami, ia berkata al-Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata
Zuhair bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari ‘Amr bin Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw., Abu Bakar dan ‘Umar membakar
harta-benda orang yang korupsi dan memukulnya.
Untuk
hadits terakhir, para ulama hadits menilainya sebagai hadits dla’if, karena
dalam rangkaian sanadnya terdapat Zuhair bin Muhammad dari ‘Amr bin Syu’aib,
yang dinilai ulama sebagai perawi yang dla’if.[1]
Demikianlah
diantara cara penyelesaian Rasulullah terhadap pelaku ghulul yang
seluruhnya tidak ada tindakan fisik ( jika hadits nomer empat benar-benar
dla’if ) melainkan lebih kepada hukuman moral-teologis saja.
Hukuman Koruptor Dalam Bingkai Maqashid
Syar’iyyah : Ikhtiar Membangun Fiqih Anti Korupsi
Meskipun term korupsi dipadankan dengan ghulul, namun sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, terma korupsi memiliki muatan makna yang hanya tidak
terbatas pada ghulul, hanya saja secara mayor memang lebih dekat dengan ghulul,
namun perlu diingat bahwa ghulul hanyalah satu dari sekian bentuk
korupsi. Jika dalam uraian sebelumnya terkait penyelesaian Nabi terhapad kasus ghulul,
maka apakah solusi hukuman teologis-moralitas seperti di atas sudah cukup
untuk menanggulangi kasus korupsi khususnya di negara kita ?. Bagaimana
syari’at Islam menwarkan solusi terkait hukuman koruptor ?
Telah jelas bahwa korupsi
merupakan tindakan penilepan, pengkhianatan, dan kezaliman terhadap amanat
rakyat. Secara totalitas tindak korupsi merupakan bentuk ma’shiyat /
pelanggaran yang belum ada ketentuan yang tegas dari syari’at terkait
hukumannya. Ia merupakan gabungan dari beberapa pelanggaran yang beragam ;
pencurian, suap-menyuap, pengkhianatan, dsb. Dalam hal ini berlaku kaidah
من اتى معصية لا حد فيها ولا كفارة عزر
Barangsiapa yang melakukan ma’shiyat
/ pelanggaran yang belum ada ketentuan had atau kaffaratnya, maka ia dikenakan
ta’zir ( hukuman ). [2]
Tindak pidana korupsi termasuk
pidana ta’zir, dalam artian jenis hukum yang diberikan kepada koruptor
diserahkan kepada yang berwenang dan harus mengacu pada Maqashid Syari’ah sehingga
dapat memberi pelajaran kepada oran lain agar tidak berani melakukannya. Diantara bentuk-bentuk ta’zir adalah : [3]
1. Hukuman peringatan, ancaman, teguran, deraan atau pukulan.
2. Hukuman penjara
3. Hukuman penyaliban.
4. Hukuman mati.
5. Hukuman pengasingan.
6. Hukuman pencopotan jabatan.
7. Hukuman penyitaan harta dsb.
[1] . Ibnu Qayyim Jauziyyah, Ta’liqaat
Sunan Abi Daud, Mausu’ah Hadits Syarif.
[2] .
As-Subky, al-Asybah wa Nadzhair , Juz. 1, hlm. 396
[3]
. Imam Sayuthi Farid, ‘
Tinjauan Syari’at Islam Terhadap Praktik Korupsi ‘ dalam P3M, Korupsi di Negeri Kaum Beragama, hlm.
171
2 comments
Trimakasih...
tulisanya sangat informatifsekali,,
bsa membantuku dalam menulis skripsi
www.badrun9.blogspot.com
Posted on 26 Februari 2013 pukul 10.45
sama - sama .... moga lancar nulis skripsinya bro ...
Posted on 31 Maret 2013 pukul 02.16
Posting Komentar